Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jangan Jadi Pengkritik Angin, Plis!

Semalam, saat lagi bosen terus iseng buka-buka facebook buat liat pembaruan apa yang ada di beranda. Rata-rata ngebosenin sih, bahasannya tetep aja sama soal politik politik politik dan segala macam postingan yang seringkali menyudutkan pemerintah(an) gitu aja terus sampe ayam berubah jadi bebek. Peduli amat sih, tapi hei, gue (makin) ngerasa bener-bener bosen gitu sama adegan yang nyaris sama dan berulang dengan frekuensi yang bisa dibilang sering. Gue nggak bilang kalau kritik itu bukannya enggak boleh, malahan bagus banget. Tapi justru yang terjadi seringkali kritik-kritik yang dilontarkan malahan sekedar 'kritik angin' (analogi yang ngaco hahaha), maksudnya adalah setiap ada masalah dikit-dikit kritik, dikit-dikit nyinyir, mana kritiknya pun selewatan aja pula kayak buang angin *ups maaf*. Harusnya sih, yang namanya kritikan itu baiknya dibarengi sama saran atau masukan. Misal kamu kritik soal X, harusnya juga kamu punya masukan terhadap itu harus gimana-gimananya.

Ibaratnya kayak pacaran, kamu minta pacar kamu buat berubah tapi kamu cuma bisanya bilang "kamu rese, kamu nyebelin, kamu jahat, dsb. Harusnya tuh kamu berubah dong." TAPI tanpa bilang yang salahnya dimana dan harus dirubahnya dimana, gitu.

Logikanya gini sih, yang gue tangkep adalah manusia itu memang nggak pernah puas akan sesuatu, tanpa sadar seringnya menyamaratakan nilai yang dianutnya dan yang dipandang baik bagi dirinya. Dan merasa orang lain itu 'selalu salah'. Ya, udah jadi sifat alamiah manusia kali ya. Yang namanya mengkritik pasti lebih membahagiakan kebanding memuji. Etapi, kritik yang bagus harusnya bisa jadi "pujian" yang indah loh kalau misal ya kayak tadi itu dibarengi sama saran dan masukan yang membangun.



Toh, kalaupun muji juga biasanya jatuhnya jadi nyinyir atau semacam kayak sarkasme gitu. Gue juga nggak menyalahkan yang suka kritik, nyinyir, sarkasme, atau apapun itu terhadap pemerintah(an) sih. Gue akui, nyinyir itu asik haha tiap gue nonton di tv maupun baca-baca tentang berita atau informasi apapun itu (entah politik ataupun seputar selebritis -apalagi-) pasti gue juga suka nyinyir kok bedanya gue nyinyir sendirian atau di depan nyokap gue aja, jarang bahkan udah nggak pernah lagi gue publish di medsos. Karena gue merasa nggak perlu-perlu amat dan gue pun mikir, "gue kritik, terus gue bisa kasih solusi apa? solusi yang kayak gimana? Emang gue udah bisa lebih baik dari dia? Kalau toh pada akhirnya gue cuma bisa kritik, nyinyir dan ngejelek-jelekin tanpa kasih solusi bukankah lebih baik gue diem aja? Malu sama kucing meong-meong #eh XD
lagian gue ngerasa pemahaman gue belum sejauh itu untuk bikin gue berani mengkritik karena landasan yang gue punya nggak cukup kuat." akhirnya gue lebih memilih nyelow-nyelow aja kayak anak pantai dan sekedar tahu aja :))
Gue pernah mengkritik, tapi setelahnya gue selalu merasa bersalah. Ini, kadang terjadi juga sih saat gue baca buku. Maafkan aku ya, buku-buku dan penulis yang pernah gue kritik juga hahaha gue kadang anaknya emang sotoy dan gampang khilaf #eh haha

By the way, gue juga nemu status yang cukup menarik dari salah satu temen facebook gue hahaha begini bunyinya :

sebut saja mawar (makasih ya, mas! Statusnya izin saya pakai :D)
Baca itu gue senyum-senyum sendiri, plus bikin mikir "iya juga sih ya". Sudah tujuh orang presiden yang mempimpin Indonesia dan rata-rata semua masih aja terasa salah. Entahlah sampai kapan pemimpin kita akan selalu salah dimata rakyatnya. Dan kemudian gue jadi pengen berubah jadi raisa dan nyanyi lagu serba salah ahahaha. Oh iya, sengaja namanya gue ilangin. Ntar doi jadi terkenal lagi gara-gara gue masukin ke blog gue, kasian nanti banyak yang ngefans #eh
Dia kayaknya lagi kerja di korea, kadang status-statusnya bagus-bagus. Gue suka bacanya. Salah satu akun dengan status yang postif-positif karena isinya memang lebih banyak bikin hati adem.


Berbicara soal "selalu salah" gue jadi teringat akan sesuatu hal saat salah satu dosen gue juga pernah bilang gini pada saat di tengah-tengah perkuliahan, "Tanpa kita sadari, hampir semua orang termasuk mungkin kita sendiri selalu hanya mengingat sisi negatif dari jaman orde baru saja, padahal di jaman orde baru ada sisi positifnya juga. Indonesia berhasil dengan swasembada pangannya. Rakyat menjadi kenyang." Mendengar ucapan dosen gue itu, gue cuma bisa mengangguk-ngangguk setuju. Karena ucapan dosen gue ada benernya juga. Ya, itu hanya contoh kecilnya aja sih. Nggak selamanya yang dipandang "negatif" itu melulu soal negatif (dan nggak ada positif-postitifnya) pula kan? Kalau kita hanya melihat sisi negatifnya saja, kita cenderung merasa kesal, mencari-cari kesalahan, benci bahkan berujung dendam dan hal itu yang bikin kita jadi gelap mata dan hati. Bikin kita nggak mau untuk menerima hal positif walaupun setetes aja. Dan gue bisa menarik kesimpulan sederhananya, kadang bisa jadi kita lupa, yang negatif-negatif nyatanya lebih gampang mudah diingat ketimbang yang positif akhirnya kita jadi melupakan sisi postifnya aja. Padahal kan semua hal pasti ada dua sisi yang saling melengkapi : positif dan negatif. 

Oh iya, Gue bikin postingan gini bukan berarti gue membela pemerintahan ya atau membenci orang yang suka kritik (dan) nyinyirin pemerintah(an) atau gue sok-sokan paham soal politik, bukan, karena toh nggak ada untungnya juga buat gue. Gue sih tipikal yang netral-netral aja orangnya. Gue lebih suka jadi pengamat dan lebih seneng nggak mau terlibat. Karena hal itu pasti njilimet dan nggak pernah ada ujungnya. Cape deh! 
Lagian gue juga nggak suka-suka amat sama politik malahan gue muak sama politik. Gue cukup tertarik sama politik pas dua semester kemaren aja tuh ketika gue dengan TERPAKSA harus belajar ilmu politik dan komunikasi politik karena ada mata kuliahnya dan itu termasuk jadi kewajiban bagi gue sebagai mahasiswa yang baik hati dan tidak sombong. Padahal kenyataannya gue nggak suka bahkan gue benci banget. Dan sejak saat itu, gue lumayan bisa 'berdamai' dengan politik walau gue tetep aja ngerasa sebel hahaha

Setahun yang lalu saat awal-awal gue masih shock dan sempat merasa dunia ini nggak adil haha (bagian yang ini berlebihan, dang nggak masuk hitungan) karena gue semacam dipaksa buat mau nggak mau lu HARUS belajar politik pada akhirnya gue merasa tersentuh saat salah satu dosen gue (bukan dosen politik sih tapi ucapannya masih teriang-ngiang juga sampai sekarang) yang juga pernah bilang begini, "Kalian boleh nggak suka sama politik, saya juga nggak suka politik. Tapi kalian harus tetep tau informasi dan perkembangannya, karena kalian adalah generasi-generasi penerus bangsa. Gimana bangsa ini mau maju kalau anak mudanya aja nggak mau peduli sama nasib bangsanya sendiri." 
merasa kayak ditampar bolak-balik. Gue selalu bilang kalau gue apatis khususnya sama politik dan gue selalu bilang "bodo amat" mau pada jungkir-balik atau apa juga heuk mangga. Tapi saat gue apatis, ternyata bisa berdampak sama gue yang jadi nggak mau tau akan perkembangan bangsa gue sendiri dan nasibnya. Ah~ seketika gue merasa malu. Jadilah, sejak setahun gue mulai dikit-dikit berusaha terima informasi terkait politik walau kadang cuma selewatan doang tapi setidaknya gue tau dan nggak kudet-kudet amat. Dan ternyata UAS komunikasi politik gue pun tentang analisis capres-caawapres pada saat itu. Hahaha gokil! Untung aja gue sudah mulai membuka diri untuk politik dan nggak se-apatis dulu.

Nah, nyaris sejak setahun yang lalu sih, ituloh saat gencar-gencarnya kampanye capres-cawapres itu. Di saat gue udah mulai nggak apatis plus momen pemilu jadi ajang untuk pertama kalinya gue punya hak suara memilih. Otomatis gue seperti terikat hubungan tak kasat mata dengan segala macam hal yang terkait dengan politik itu. Awalnya gue kira, udah ya selesai pas udah pemilu dan udah terpilih eeeeeeeh taunya tetep aja, masih aja gitu terus. Semacam kayak terus jalan di tempat hahaha kadang gue suka ngakak sih baca-bacanya, tapi lama-lama juga bosen. Ibarat kata sering disuguhin jokes-jokes yang itu-itu mulu ya orang juga muak lah :)) 
Perasaan kelangsungan hidup facebook gue dulu nggak gini-gini amat dah haha maksudnya nggak pernah gitu gue kesel baca pemberitauan di beranda fesbuk soal politik apa karena dulu gue terlalu apatis sehingga gue nggak sadar ya? Jadi kalaupun ada seringnya gue sekip. Ah, entahlah~ Hahaha

Gue nggak bisa menghentikan mereka untuk berpendapat terlebih di jaman teknologi udah sepesat sekarang ini, lagian semua orang bebas berpendapat dan mengeluarkan pendapat. Tapi, harusnya sih mereka juga sadar. Mereka itu hidup di dunia yang nggak cuma mereka seorang aja yang ada dan tinggal di dalamnya. ADA manusia lain yang berbeda, nggak sama. Harusnya sih mereka lebih bisa mengontrol diri mereka sendiri. Nggak apa-apa kalau memang nggak bisa menghapuskan kritik angin mereka, tapi tolonglah frekuensinya dikurangin. Bikin mata pedih hahaha karena mau nggak mau kita jadi baca.
Mau di un-friend, tapi gue nggak mau memutuskan tali silahturahmi tapi disisi lain juga muak hahaha lah, terus aku kudu piye? :))

Sebenernya postingan ini lebih ke catatan untuk diri sendiri sih khususnya. Menjadi pengingat kalau gue nggak seharusnya "jadi pengkritik angin". Dan sebisa mungkin seharusnya gue bisa melihat tidak hanya dari satu sisi aja tapi harus dari berbagai sisi. Ibarat kata jangan asal jeplak, Kalau toh, nanti gue lupa atau khilaf gue bisa buka kembali postingan ini buat dijadiin bahan renungan. 

Terima kasih buat yang udah mampir, semoga bermanfaat dan keep positif thinking! :)





Mita Oktavia
Mita Oktavia Lifestyle Blogger yang suka menulis, melukis, bermain game, dan bertualang | Penawaran kerja sama, silakan hubungi ke hello.mitaoktaviacom@gmail.com

20 komentar untuk "Jangan Jadi Pengkritik Angin, Plis!"

  1. hahahahhahaha hidup memang serba salah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya kan ahahha udah susah ya jangan dibikin susah juga :))

      Hapus
  2. ah, begitulah wanita. maunya seseorang berubah tapi nggak mau ngasih tau langsung dimana letak kesalahan orang tsb. maunya orang tersebut nyadar sendiri dan merubah sikapnya itu....
    tapi, artikelnya bagus nih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. *brb ganti kelamin jadi laki-laki* hahahha

      semua udah punya perannya masing2 sih, mungkin emang peran wanita gitu kali udah dari sonohnya.

      Btw, komen lu kok salah fokus ya hahahhahaha jangan curhat di blog orang woy! hahahhaha

      Hapus
  3. Di mulai dari diri sendiri dengan care dengan negara dan mematuhi peraturannya
    itu awal yang bagus

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup, bener banget.
      Cara-cara sederhana yang siapa tau jadi awal yang bagus :))))

      Hapus
  4. iya kalo ngekritik yg membangun gitu yahh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya namanya kritik, harus yang membangun. Bukan yang menjatuhkan :))

      Hapus
  5. bener tuh, gue juga ngerasa gitu. Apalagi kalau liat komen-komen di fp berita, pada komen seenak udel tanpa baca beritanya dulu.

    Kalau ada komen yang berpikiran positif, malah di bully ckckckck

    BalasHapus
  6. bener tuh, gue juga ngerasa gitu. Apalagi kalau liat komen-komen di fp berita, pada komen seenak udel tanpa baca beritanya dulu.

    Kalau ada komen yang berpikiran positif, malah di bully ckckckck

    BalasHapus
  7. bener tuh, gue juga ngerasa gitu. Apalagi kalau liat komen-komen di fp berita, pada komen seenak udel tanpa baca beritanya dulu.

    Kalau ada komen yang berpikiran positif, malah di bully ckckck

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya banget. Kadang gue iseng juga liat komen-komennya. Dan gue suka ngakak sendiri bacanya.

      Gue juga bingung mesti gimana hahaha
      susah dirubah kalo memang bukan keinginan dari dirinya sendiri. Mulai dari diri sendiri aja kali ya. Kalau bisa jangan kayak gitu :))

      Hapus
  8. Tapi sekarang justru banyak pengkritik angin dan bikin jengah. Maunga menang sendiri. Tulisan ini udah gue baca beberapa hari lalu, cm kmrn ga tau knp ga bisa komen, sama kayak blognya Mia kl ga salah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kadang suka bingung sih. Sebenernya ngekritik nggak masalah tapi harusnya jangan sering juga. Kan bikin bosen :((

      Iya gpp kak gia. Aku maklum kok. :))

      Hapus
  9. tulisan yang berbobot. bisa menjadi tamparan bagi para "ahli-ahlian" yang merasa berpendidikan tinggi (nunjuk hidung sendiri).

    omong-omong, tulisan ini termasuk kritik yang bagaimana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurutmu ini masuknya ke dalam kritik kah?

      Tapi saya rasa, ini sekedar unek-unek aja sih.

      Masuk ke dalam kritik karena sudah merasa jengah, barangkali? hahaha

      Hapus
    2. unek-unek kan bisa menjadi dasar kritik :)

      Hapus
  10. Sama aku juga bosen liatnya.. 5 tahun lagi pasti juga tubir. Ada yg bilang calon a ini antek2 remason lah.. calon b berpihak kpd barat lah. Nggak habis pikir apa gunanya ribut2

    BalasHapus