Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

[Sebuah Renungan] : Hal Miris Yang Terjadi Di Sekitar Kita




Begini, kemarin saya melihat kuda lumping. Bisa dibilang atraksi kuda lumping lebih tepatnya. Jujur saja saya sudah lama tidak pernah melihat kuda lumping lagi. Bahkan saya telah lupa kapan terakhir kali saya menonton pertunjukan kuda lumping itu. Saya dapat berpendapat kalau kuda lumping adalah salah satu kebudayaan Indonesia, tidak perlu diteliti karena memang kuda lumping adalah salah satu kebudayaan Indonesia yang ironisnya nyaris punah! Di dalam pertunjukan kuda lumping, di dalamnya ada unsur budaya, ya contoh kecilnya adalah dari segi musiknya yang memang sangat tradisional itu. Sama seperti halnya topeng monyet, kuda lumping bisa dibilang pertunjukan tradisional yang boleh jadi merupakan kebudayaan unik yang hanya ada di Indonesia. Coba lihat saja, apakah ada pertunjukan semacam itu di luar negeri? Saya rasa tidak ada. Tapi dibalik unsur kebudayaan yang di miliki oleh kedua pertunjukan itu. Saya menemukan suatu ironi dan keadaan miris yang boleh dibilang membuat saya mengelus dada dan berpikir keras. Menganalisa. Memperhatikan. Menyimpulkan. Sebelumnya, maaf jika pengamatan saya memang masih dangkal dan terkesan sok tahu ini.

            Kuda lumping misalnya, seringkali saya lihat melibatkan anak kecil dalam setiap atraksinya. Dan itu apakah bisa dibilang sebagai bentuk eksploitasi pada anak? Agaknya, saya tidak bisa menyimpulkan terlalu dini. Menghakimi di satu sisi saja. Karena saya rasa, semua itu erat kaitannya dengan alasan klasik yang bisa dibilang ‘lagu lama’ di negeri kita ini. Apalagi kalau bukan tuntutan ekonomi yang memaksa untuk bertahan hidup? Sama halnya seperti pada pertunjukan topeng monyet yang menggunakan monyet sebagai media untuk mencari nafkah. Dan bisa dibilang itu juga bentuk ekploitasi pada hewan kah? Bahkan ada lagi anak kecil yang harus sudah berteman dengan jalanan. Sekedar menjajakan suaranya dari satu tempat ke tempat lainnya. Dari satu angkot ke angkot lainnya. Dari satu bis ke bis lainnya. Bahkan tak sedikit anak kecil yang harus meminta-minta di lampu merah. Lagi-lagi masalah tuntutan ekonomi kah? Dan masih banyak hal lain yang membuat hati kecil saya teriris-iris. Ada lagi fenomena pengemis yang meraup keuntungan dengan menjual kepura-puraan. Saya juga tidak bisa menghakimi mereka karena siapalah saya? barangkali lagi-lagi tuntutan ekonomi yang memaksa mereka melakukan demikian. Tapi saya kira, Maaf orang yang bahkan miskin beneran sekalipun tidak ingin dikasihani, banyak kok contohnya yang memang lebih memilih bekerja keras. Membanting tulang demi kelangsungan hidup, walau di upah tak layak. Sementara di lain sisi, sering saya melihat televisi atau membaca berita yang memuat bahwa korupsi terjadi dimana-mana? Sungguh, manusia memang tak pernah merasa puas dengan apa yang mereka miliki. Saya pun demikian, kadang kala saya masih merasa kurang ini dan itu, padahal jika melihat sekeliling kita. Bahkan banyak orang yang lebih kurang beruntung dari saya, dari kalian.

Disini saya tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, karena ya saya pun tak berhak untuk menyalahkan siapapun. Tapi, saya hanya ingin berbagi pengalaman pada pembaca semua, untuk kalian yang merasa sangat putus asa karena merasa hidup tak pernah adil untuk kalian? Cobalah sedikit membuka mata, perhatikan sekeliling kita. Sungguh, hidup kalian jauh lebih beruntung dari mereka, teman. Kalian bisa makan enak, tidur di tempat yang layak. Ada rumah—tempat berlindung dari teriknya matahari dan dinginnya malam. Sedangkan mereka? Hanya beralaskan lantai atau tanah dan beratapkan langit.
Saya hanya bisa berharap dan berdoa, semoga suatu hari nanti akan ada keajaiban terjadi di Indonesia. Minimal, tidak ada lagi yang menderita karena rintihan, jeritan suaranya tak pernah di dengar! Tidak akan ada lagi yang menderita sementara wakil rakyat yang memang sudah seharusnya mengayomi rakyat malah berfoya-foya dengan uang yang seharusnya untuk rakyat (korupsi). Banyak hal yang harus dibenahi, banyak hal yang harus disadari. Bukan berteriak menyalahkan orang lain, tapi berteriak pada diri sendiri ;

“Sudahkah kita berlaku adil? Pada diri kita sendiri? Pada orang lain?”
“Sudahkah kita mensyukuri atas apa yang kita miliki saat ini?”
“Sudahkah kita mengingat Tuhan, Allah Swt, yang memberikan segala nikmat-Nya kepada kita?”

Maaf, atas ke-sok-tahu-an saya yang dangkal dengan pengetahuan yang saya miliki. Saya hanya merasa malu, malu pada diri saya sendiri. Malu pada mereka yang berjuang keras sementara saya? Masih sering mengeluh! Masih sering menyia-nyiakan hidup saya untuk sesuatu yang kadang rasanya tidak terlalu penting. Saya malu, dan sungguh akhir taun 2013 ini benar-benar harus dijadikan momen perenungan untuk tahun baru yang akan di songsong nanti. Tak ada nikmat yang palin indah sepanjang tahun ini daripada nikmat sehat dan selalu dikelilingi orang-orang hebat yang menyayangi saya dan saya sayangi.

Saya memang bukan manusia yang sempurna, saya juga bukan orang yang baik. Karena ya saya sadari bahwa saya masih berlumur dosa dan kesalahan. Tapi saya mencoba untuk belajar menjadi orang yang baik. Minimal bagi diri saya sendiri dan orang-orang sekitar saya. Ah, pengalaman dan renungan akhir taun yang sangat berharga sekali bagi saya pribadi. Semoga dapat bermanfaat untuk kita semua, ya :)


Salam hangat,
Mita Oktavia
Mita Oktavia
Mita Oktavia Lifestyle Blogger yang suka menulis, melukis, bermain game, dan bertualang | Penawaran kerja sama, silakan hubungi ke hello.mitaoktaviacom@gmail.com

Posting Komentar untuk "[Sebuah Renungan] : Hal Miris Yang Terjadi Di Sekitar Kita"