Renungan Ramadhan di Gerbang Awal Kedewasaan
Hallo semuanya, apa kabar? Oh iya, mohon maaf lahir
dan batin ya buat semua. Maaf kalau selama saya ngeblog mungkin ada kata-kata
yang kurang berkenan dan tanpa sengaja menyakiti perasaan. Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang
menjalankan semoga kita diberikan kelancaran dan keberkahan. Aamiin
Sebenernya, saya juga suka ngerasa aneh sendiri sih,
entah kenapa setiap datang bulan suci Ramadhan perasaan yang selalu saya
rasakan nyaris hampir sama. Begitu absurd! Ada haru, syukur, hampa juga
kebahagiaan terasa.
Ramadhan dua tahun lalu, sempet merasakan ramadhan pertama
di tempat kerja. Kerasa banget apalagi pas shift siang, terpaksa buka di tempat
kerja dan nggak bareng-bareng keluarga. Kebayang menjelang idulfitri pasti kita-kita
lembur dan baru pulang jam setengah 1 pagi. Ah, entah, meskipun saya sempat
merasa tidak nyaman berada di sana, tapi sungguh tempat itu pun begitu saya
rindukan.
Kalau dipikir-pikir dari sekian banyak orang yang mungkin membuat
saya tidak nyaman ada beberapa yang memang tetap baik. Kenapa dulu saya nggak
sadar ya? Ahahaha mungkin karena saat itu masih terlalu labil sehingga bahkan saya lebih mementingkan
emosi ketimbang berpikir jernih.
Ramadhan tahun ini, sama seperti tiga tahun yang lalu.
Saya tetap menjalani sendiri. Bisa dibilang saya sudah nyaris
terbiasa, tapi tetap beruntung sekali saya memiliki keluarga, sahabat dan
teman-teman yang begitu luar biasa sehingga saya bisa tetap tersenyum dan
tertawa walau beberapa kali kehampaan itu menyapa.
Ya, saya
memang bukan abege-abege labil lagi yang begitu peduli terhadap “siapa yang
bersama saya saat menjalani bulan ramadhan seperti tahun-tahun yang lalu” atau
saya bahkan sudah tidak peduli lagi sudah tidak ada lagi yang menemani saya
bersantap sahur dengan sms-smsnya, atau dengan teleponnya. Atau bahkan saya
sudah tidak peduli lagi bahwa telah lama tidak ada lagi yang menanyai saya
pertanyaan basa basi seperti, “lagi apa?” atau “udah makan belum?” oh atau
“selamat berbuka puasa ya.” Atau “selamat sahur ya.”, dan lain-lain. Saya tahu,
kerinduan akan hal-hal sepele yang kalau dipikir-pikir kembali begitu
menjemukan, ya, karena itu menjadi semacam rutinitas yang entah lumayan
berkesan pada saat itu sedang kembali saya rasakan. Tapi lebih daripada itu,
saya lebih bersyukur, terharu dan bahagia karena alhamdulillah saya kembali
dapat dipertemukan dengan bulan ramadhan, saya masih diberikan kesempatan untuk
merasakan bulan suci yang penuh berkah ini.
Saya seperti disadarkan bahwa saya
harus selalu dan selalu memperbaiki diri, seperti tahun-tahun lalu ada saja
yang belum sepenuhnya dapat saya perbaiki dengan utuh. Yang terpenting adalah
meskipun memang saya masih tetap nyaman sendiri, setidaknya saya tetap bisa
berkumpul dengan keluarga. Berbuka bersama mereka, bersantap sahur bersama
sambil menonton acara sahur kesukaan kami masing-masing (biasanya saya dan
mamah yang selalu setipe dalam hal tontonan) sedangkan bapak yang lebih memilih
untuk menonton acara kesukaan favorite versinya.
Tahun ini artinya menjadi ramadhan pertama saya pada
gerbang awal masa kedewasaan secara usia, ya, jujur saya sempat takut untuk
menghadapinya. Takut karena saya menyadari bahwa terkadang saya masih
kekanak-kanakan dalam bertindak, lalu apa saya pantas menyandang gelar
'dewasa'? Ya pertanyaan-pertanyaan resah semacam itulah yang selalu menghampiri
saya di kala saya merenung. Saya tahu, saya harus lebih baik dan terus lebih
baik dari ramadhan tahun sebelum-sebelumnya.
Dari saya yang dibangunkan sahur
saat kecil hanya karena ikut-ikutan saja biar merasakan yang namanya puasa
sekaligus diajarkan yang namanya puasa. Hingga sekarang, saya telah tumbuh dan
terus tumbuh menjelma sosok dewasa. Saya ingin terus tumbuh dengan ingatan yang
saya miliki, tentang bulan suci ramadhan yang selalu dan selalu tetap memberi
kesan tersendiri pada saya pribadi.
Ini akan menjadi semacam catatan diri, bahwa di usia
saya yang bukan lagi remaja dan akan memasuki gerbang menuju kedewasaan,
bismillah, saya harus menjadi manusia yang ‘baru’ seutuhnya baik secara mental
maupun spiritual. Harapan saya sederhana, kelak jika saya membaca kembali
catatan ini saya telah belajar lebih baik daripada sebelumnya. Semoga.
Sekali lagi, selamat menunaikan ibadah puasa ya,
teman-teman yang menjalankan :)
Terkadang pada momen-momen tertentu kita terakhir tentang masa lalu, pasti di masa lalu itu kita pernah melewati momen kekanakan, apalagi setelah dewasa momen kekanakan punya dua sisi; di satu sisi kita rindukan dan sisi lainnya kita tertawakan karena menurut kita -- yang sekarang sudah dewasa -- terlalu menggelitik kenapa bisa melakukan hal-hal konyol seperti itu. Hehehe salam :)) selamat ramadhan ya mba :D
BalasHapusIya, saya setuju dengan komentar mas daka. :D
HapusMasa lalu memang masih penuh dengan misteri, karena ada kenangan-kenangan yang disimpannya rapat. Kadang bikin rindu, kadang bikin haru.
Ya, kadang bagi saya kedewasaaan menjadi semacam 'hantu' yang membuat saya menjadi takut, ahaha tapi biarpun demikian, kedewasaan pasti bakal hadir, disadari atau tidak dan diinginkan atau tidak. Semua adalah proses yang membuat hidup kita terasa lebih berharga.
Lama tidak bersua ya, apa kabar mas?
Selamat ramadhan juga :D
Iya mba, lagi hectic sama kuliah soalnya. Lama ngga saling sapa blognya makin mantab hehe :))
Hapus