Saya punya suatu kebiasaan,
kebiasaan yang baru saya sadari ternyata memiliki arti yang lebih. Beberapa
tahun silam, di mana ponsel pintar layar sentuh belum
se-merajalela seperti sekarang ini dan saya masih mengandalkan kirim-kiriman
pesan singkat dengan entah itu teman, sahabat, atau bahkan.... ah sudahlah. Saya selalu suka menyimpan
pesan-pesan itu, ketika saya rasa pesan itu begitu berharga dan sayang kalau saya hapus. Benar
saja, ketika saya sedang merasa rindu pada mereka—si pengirim pesan—yang
pesannya masih saya simpan dengan baik—atau pada kenangan yang diam-diam
terselip bersamanya—saya selalu kembali menelusuri satu persatu pesan itu,
tertawa kecil, bahkan mendadak menjadi terharu. Meski terkadang ada sesak yang
saya rasakan karena saya begitu merindukan semua hal itu. Bahkan
kalimat-kalimat yang tertulis di sana, sesederhana apapun begitu berarti dan
menjadi hal yang saya kenang ketika saya menginginkannya.
Pernah suatu ketika saya
kehilangan pesan-pesan dari orang-orang yang menurut saya layak pesannya untuk
disimpan, saya merasa begitu sedih, terasa agak berlebihan memang, tapi entah
kenapa saya selalu merasa semua itu berharga. Bagian dari kenang-kenangan yang
saya miliki karena kelak saya pasti akan membutuhkan semua itu untuk dikenang.
Pernah suatu hari, di bulan April tahun 2010 saya begitu menyesal ketika saya kehilangan
pesan-pesan terakhir dari almarhumah sahabat saya. Saya sempat merasa sangat menyesal, dan kepala saya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan bodoh, "kenapa
memori hape saya harus penuh?" "Kenapa saya harus menghapus pesan dia?" Kalau saja saya
tahu sedari awal bahwa hanya itulah satu-satunya kenangan terakhir bersamanya yang
saya miliki. Ah, tapi ya sudahlah semua itu sudah terjadi. Yang terjadi, biarlah terjadi. Tidak ada
untungnya juga saya sesali bukan? Meskipun demikian, toh, tanpa pesan terakhir
darinya, saya tetap masih dapat mengingatnya dalam hati, pikiran dan kenangan
yang saya miliki akan sosoknya.