‘MEMELUK’ PUNCAK GUNUNG GEDE
Suatu ketika di bulan Maret, Gue
mendapati sebuah pesan singkat dari sahabat Gue—Lazu. Isinya adalah mengajak Gue
ke Gunung Gede pada tanggal 5-6 Mei 2016 bersama sahabat-sahabat yang lain. Gue sempat
bimbang. Gue begitu menginginkannya entah sejak kapan. Itu seperti sebuah mimpi
besar bagi Gue bahkan sudah masuk dalam “daftar mimpi” Gue sejak lama. Gue pun
memutuskan untuk berpikir sejenak. Gue hanya bingung, bagaimana cara meminta
izin pada orangtua. Padahal jelas-jelas, mereka sudah pasti menentang keras
keinginan Gue itu. Jangankan untuk izin, setiap menonton tayangan di Televisi
yang menyangkut tentang Pendaki dan gunung, mama hanya dapat geleng-geleng
kepala karena merasa ngeri. Entah sejak kapan. Entah karena apa. Sebagian besar orangtua pasti masih menaruh perasaan was-was terhadap gunung. Tentu Gue memaklumi
kekhawatiran orangtua Gue. Gue tahu, mereka selalu mengingkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Kekhawatiran itu bisa saja adalah cara mereka untuk melindungi
anak-anak mereka yang begitu mereka sayangi. Di lain sisi, keinginan besar Gue
sudah terlampau besar. Tak terbendung lagi.
Beberapa hari berselang, Lazu
mengabari lagi untuk mengonfirmasi apakah Gue jadi ikut atau tidak karena mau booking SIMAKSI pendakian. Akhirnya
bismillah, Guepun mengiyakan. Gue berpikir, “izinnya gimana nanti deh. Yang
penting ada SIMAKSInya dulu.” Lazu juga bilang, kalaupun enggak jadi ya enggak
apa-apa. Baiklah. Singkat cerita, kurang lebih sebulan Gue mulai mempersiapkan
diri. Karena Gue tahu, meskipun banyak
yang bilang gunung gede-pangrango cukup ramah bagi pendaki pemula, tapi
tetap saja segala sesuatu harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, bukan?
Hehehe. Gue mulai rutin olahraga, baik
itu jogging kecil maupun lompat karet. Kenapa karet? Karena lompat tali sudah
terlalu mainstream. Bohong deh! Karena yang ada di rumah itu, jadi pakai saja
yang ada di rumah. Ahahaha. Oh iya, saat mempersiapkan diri, pelan-pelan Gue
izin ke mama. Itupun bilangnya masih “mau
camping”. Mama nanya segala macem Gue bilang “di Gede, Cibodas.”
H-10 hari sebelum berangkat, Gue
mulai semakin gusar. Entah kenapa Gue belum
bisa to the point dengan bilang, “mau
naik gunung” pada orangtua Gue. Rasanya susah sekali. Mungkin karena Gue takut
jika tak mendapat izin, padahal Gue kadung menginginkannya. Pelan-pelan, Gue
meminta izin lagi, kali ini Gue berusaha menyelipkan pesan yang ingin Gue
sampaikan, meski tetap bahasanya diperhalus. Hahahaha. “Mita mau camping, tapi
nanti naik-naik gunung gitu. Tapi jalannya udah enak kok,” kata Gue pada
akhirnya. Rasanya seperti pecah telur juga.
Bapak menanggapi, “emang campingnya
enggak ada yang lebih enak tempatnya?”
“Enak kok itu, entar kita bangun
tendanya juga di atas. Di tanah landai gitu.”
Hening. Gue berpikir positif saja
bahwa pasti diizinkan. Entah dapat keyakinan dari mana.
Oh iya, soal izin. Terkadang, orangtua Gue enggak bisa
berbuat banyak kalau memang Gue sudah memiliki keinginan yang kuat. Bedanya,
kali ini Gue enggak kekeuh pas minta
izinnya. Malahan Gue yang cenderung melunak. Meminta izinnya pun pelan-pelan. Pelan tapi pasti, pikir Gue.
Meski seringnya kekeuh,
Gue pribadi menganggap izin orangtua itu sakral. Tanpa izin dari mereka, Gue
merasa ragu untuk dapat melangkahkan kaki lebih jauh lagi. Jadi, tanpa izin
orangtua sama dengan rencana lebih baik Gue batalkan. Seperti itu. Makanya gue udah siapin hati dan mental kalaupun emang gue harus batal pergi kalau enggak dikasih izin. Bakal nyesek sih pasti, tapi mau gimana lagi? :)
Entah karena memang sudah takdirnya, akhirnya izin pun Gue
kantongi juga. Alhamdulillah. Mama dan Bapak banyak berpesan, “hati-hati ya,
Teh di sana. Jaga sikap. Jaga ucapan. Selalu inget sama Allah. Kamu itu tamu. Jangan
macem-macem.”
Gue pun mengangguk mantap, “Iya, pasti.”
Sebuah senyum mengembang sempurna di wajah Gue. Gue bahagia.
Dalam hati, “Alhamdulillah,
Makasih ya Allah. Makasih Ma, Makasih Pak.”
***
Hari H pun tiba. Gue masih menjalankan
Ujian Tengah Semester (UTS). Untungnya utsnya di pagi hari, jadi Gue masih
punya banyak waktu untuk mempersiapkan diri. Termasuk packing barang-barang yang
sudah Gue persiapkan sebelumnya.
Rabu, 4 Mei 2016 malam, Gue bersama
sahabat-sahabat Gue pun berangkat dari rumah fitria sebagai titik awal
perjalanan kami ke Gede. Ternyata kami akan mulai pendakian dari jalur Gunung
Putri dan Turun ke jalur Cibodas. Baiklah. Gue manut saja karena enggak ngerti
juga. Ahahaha. Gue percaya saja pada mereka yang sudah memiliki pengalaman dan
lebih mengerti. Perjalanan dari Bogor menuju Pos pendakian Gunung Putri sedikit
terhambat karena macet. Berhubung bertepatan dengan long weekend. Ya, you knowlah jalur puncak gimana.
Ehehehe. Lumayan juga kami mesti
berpegal-pegal ria di dalam mobil karena memang penuh dengan orang dan carrier.
Ahahaha. Sempat berhenti sebentar di sebuah supermarket, untuk belanja barang keperluan
tambahan sambil meluruskan kaki.
Di supermarket sehabis dari kamar
mandi, seorang ibu menyapa gue, “Ke sini naik apa, Dek?”
Gue pun menanggapi, “Oh, naik mobil,
Bu. Memang kenapa?”
“Oh, kirain naik motor sama
rombongan touring yang tadi.”
Gue cuma ketawa canggung karena
bingung, rombongan touring yang mana pula Gue pun enggak tau, “ehehe enggak. Mari, Bu.”
Lalu gue pun pamit pergi pada Ibu itu.
Lalu gue pun pamit pergi pada Ibu itu.
Sampai di tengah perjalanan, jalan
yang rada sempit membuat mobil harus bergantian lewat dan mobil yang kami naiki
mati. Mogok. Alhasil semua penumpangnya mesti turun dan yang cowok-cowok pada
disuruh dorong. Ahahaha. Akhirnya mobil pun berhasil hidup dan jalan
meninggalkan kami. Kami pun jalan di jalanan yang menanjak. Mana udaranya dingin.
Dari kejauhan, kerlap-kerlip lampu dari rumah warga mengihiasi malam, terasa
begitu indah. Lumayan pemanasan sebelum nanjak benerannya. Ahahaha. Setelah
beberapa menit kemudian, kami pun kembali naik ke mobil dan terjadi lagi
mobilnya mati. Alhasil mesti didorong lagi, tapi kali ini enggak turun semua.
Yang turun hanya para cowoknya aja. Semangat ya, gengs!
Perjalannan pun dilanjutkan, lumayan
jauh sih ya, sampai akhirnya kami tiba di semacam parkiran dadakan gitu.
Ternyata rame banget. Banyak yang pada mau mendaki juga. Ya, namanya juga lagi
libur panjang. Jadi rame banget. Rasanya kayak bukan mau mendaki gunung, tapi
lagi mau piknik atau rekreasi ke mana gitu. Ahahaha.
Setelah solat subuh, sarapan sedikit, dan doa bersama kami
pun mulai pendakian. Bismillah! Kami SIAAAAAAP~
Sampai di pos pemeriksaan simaksi
ternyata antriannya panjaaaaaaang banget. Alhasil, kami disuruh nunggu dulu. Sambil
nunggu kami duduk-duduk unyu di tanah lapang yang enggak jauh dari pos simaksi.
Lumayan pemandangan yang disuguhkan indah banget. Padahal itu belum apa-apa.
Saat lagi asik duduk dan foto-foto, kami dihampiri oleh abang-abang yang
ternyata suka ngurus simaksi gitu. Ditanya-tanya gitulah.
“Ini mana simaksinya?”
“Itu lagi diurus.”
“jadi pada mau naek gak?”
Sempet hening sesaat, enggak lama, “iya... iya... mau....”
“yaudah kalo mau, siap-siap.”
Langsung deh riweuh siap-siap.
“Oh iya, di sini, untuk yang perempuan enggak ada yang lagi halangan
kan?”
“Enggak, Bang.”
“Beneran?”
“Iyaaaaaaa.”
“Sip lah kalo gitu. Oh iya, ini pada mau turun di Cibodas?”
“Iya bang.”
“Nanti, kalau memang di tengah
perjalanan enggak memungkinkan. Jangan maksain ya. Turun lagi aja di sini.”
“Siap bang.”
“Yaudah, kalian boleh langsung naik
ya.”
Kami senyum sumringah, “Makasih bang.”
***
Mendaki gunung lewati ladang~
Jalan setapak dilalui berurutan~
Bersama teman, rombonganlah~~
Pas nanjak, ternyata ngantri.
Jalannya pun pelan-pelan banget. Bener-bener macem lagi ngantri buat nukerin
tiket berjaminan di stasiun ahahaha.
Kita jalan di jalan kecil gitu. Bener-bener
muat cuma satu orang. Kiri dan kanannya masih ladang-ladang warga gitu. Jalanan
sih sedikit menanjak, awalnya masih bagus, tapi makin lama jalanannya berupa
tanah dan bebatuan. Di sini masih pada keliatan muka-muka ceria dan
bersemangat. Ahahaha. Makin lama jalannya udah bener-bener jalan yang
sesungguhnya di mana didominasi sama tanah dan batu. Kanan-kirinya pohon. Di
pertengahan jalan, udah mulai kerasa ngos-ngosan banget. Ahahaha. Gue selalu
jadi orang yang minta break dulu sebentar. Serius dah, meski udah persiapan
olahraga tapi tetep aja serasa ngos-ngosan. Padahal seperempat jalur juga
belum. Ahahaha. Itu adalah awal dari semua keseruan itu bermula.
Awalnya jalan masih berurutan. Lama-kelamaan
udah enggak jelas siapa yang mimpin, siapa yang kedua dan selanjutnya. Ahahaha.
Udah weh jalan biasa aja. Kadang saling susul-menyusul macem balapan moto gp
aja. Ahahaha.
Di tengah jalan sempet ada beberapa
insiden, faldi yang kakinya tiba-tiba kram. Dan gue yang tiba-tiba mengalami
kram di perut. Alhasil sempet istirahat lumayan lama banget tuh. Mana rada
ngalangin jalan pula. Ahahaha. Maap-maap aja ya. Abis bingung duduk di mana.
Itu juga di pinggir kok. Ahahaha. Selagi istirahat pada makan, duduk,
ngobrol-ngobrol. Tadinya berangkat pake jaket karena dingin, akhirnya udah
dibuka lagi itu jaket karena gerah. Ahahaha. Mana kaos udah banjir keringet
banget. Dari situ, mulai terjadi perpecahan tim. Bukan karena berantem. Tapi
karena stamina kita beda-beda. Ada yang masih kenceng banget. Ada yang udah
ngos-ngosan. Yudi, abdul dan stephani yang powernya macem dikasih asupan avtur udah pada duluan. Sementara lazu, ucup, gue, indri, fitria dan faldi di
belakang.
Entah bermula dari mana, tiba-tiba
muncul istilah “ngalor” alias ngampar molor. Ahahaha. Jadi trash bag dibuat
ngampar di tanah yang sedikit landai. Terus tidur deh.
Lazu duluan, ngejar yudi, stephani
sama si abdul. Sisanya bareng. Terus sempet kepisah gitu kan. Ucup duluan.
Ujung-ujungnya ketemu lagi. Ahahaha. Di tengah jalan mana sempet germis gitu
kan. Alhasil buka ponco. Rada rusuh juga sih ya, nanjak sambil pake ponco. Udah
mah bawa tas aja udah ripuh tambah pake ponco jadi makin ripuh. Ahahaha.
Akhirnya gue bareng sama indri dan
fitria aja. Tigaa weh. Duh, itu emang cewek-cewek tangguh banget. Apalagi si
indri. Mana gue nanya mulu lagi ke si indri, “Ndri, masih jauh enggak?”
Gue yakin si indri bosen banget tuh
pasti ditanya begitu mulu. Ahahaha. Ya tapi bagaimana, kadang kan gue
penasaran. Lagian gue ngerasa kok udah jauh tapi kayak enggak ada ujungnya gitu
ya. :’
Ucup masih enak ngalor, si faldi juga
tidur. Ahahaha. Lazu udah duluan, tapi di tengah jalan ketemu. Terus sempet
istirahat bentar. Abis itu lanjut, terus istirahat lagi. Abis itu kepisah sama
indri sama fitria. Jadinya gue sama lazu aja itu menelusuri jalan di tengah
hutan. Padahal jeda waktunya cuma
beberapa menit, tapi gilaaaa enggak kekejar. Ahahaha. Mereka entah ke mana tau.
Luar biasa itu anak duaan jalannya udah kayak apa tau cepetnya.
Pas badan rasanya udah di ambang
batas. Alias udah lelah banget dan jalanan serasa enggak ada ujungnya. Rasanya pengen
udahan gitu. Pengen cepet-cepet sampe. Kalau bisa mah pengen “melambaikan
tangan ke kamera” aja rasanya. Ahahaha lah, dikata lagi uji nyali. Hahaha. Mana
baju udah pada basah banget. Pengen cepet-cepet nyampe, ke tenda terus ganti
baju. Udah jalan yang lumayan jauh dan
di php-in dengan kalimat “udah deket. bentar lagi sampe. Lima menit lagi
sampe.” Pokoknya, kalau kalian denger ini pas lagi naik gunung, jangan percayaaaaaaa.
Hahahaha.
Pas ada tanda-tanda kehidupan alias
mulai tercium wangi masakan dan keliatan ada beberapa tenda yang menandakan
alun-alun surya kencana udah dipijak rasanya terharu banget. Alhamdulillah. Itu
kalo misalnya gue bisa nangis udah nangis kejer kali gue saking terharunya. Di
tengah gue merasa ini jalan kok enggak ada ujungnya banget, terus akhirnya
sampe juga. Rasanya tuh kayak menemukan oase di tengah padang gurun pasir yang
gersang. Ahahaha.
Masalah lain muncul adalah di manakah tendanya?, udah deh langsung
gue duduk di tengah surya kencana bahkan gue tiduran, beralaskan rumput dan
memandang langit. Rasanya lelah, pengen tiduran. Mana tenda belum ketemu.
Ahahaha.
Enggak lama ucup dateng. Buset nih
orang juga cepet banget. Hahaha. Padahal tadi masih asik ngalor dia. Lumayan
lama, faldi akhirnya dateng juga. Padahal sempet khawatir tuh, dia kan lagi
rada sakit malah jalan sendirian. Ahahaha. Untungnya masih setrong dia.
Sempet lazu muter nyari tenda, tapi
enggak ketemu. Terus akhirnya ucup. Lumayan lama ditungguin eh dia kagak
balik-balik tuh. Ahahaha Gue pun punya feeling kalo kayaknya dia nemu tendanya
terus udah asik ngobrol ampe lupa ngabarin. Ahahaha. Akhirnya Gue, lazu dan
faldi memutuskan untuk jalan ke arah dekat jalan yang mau ke puncak Gede. Mana
dingin banget, rasanya Gue udah menggigil banget. Gigi pun udah bergemelutuk.
Meski cuacanya cerah, tapi anginnya kenceng banget. Alhamdulillah sih enggak
sampe Hypotermia, jangan sampai deh. Bahkan Gue selalu mensugesti diri Gue
sendiri. Kalau sebentar lagi bakalan sampai tenda, terus cepet-cepet ganti baju
dan nanti di tenda hangat pasti.
Lumayan Gue dan yang lain jalan, dari
kejauhan Gue liat ada orang yang mirip ucup lagi tiduran di rumput, macem
syahrini aja lagi berbaring manjaaaa di rumput. Ahahaha. Anjir nih si ucup,
ditungguin malah enak-enakan tidur di rumput. Akhirnya abdul manggil-manggil.
Terus tas Gue pun berpindah tangan ke abdul alias dibawain. Ahahaha. Soalnya dia yang
nawarin, ya udah enggak apa-apa. Dengan tenaga yang tersisa Gue pun jalan ke
tenda. Lumayan juga ya alun-alun suryakencana ini tuh luaaaaaaaaas bangeeeeeet
asli. Itu bahkan jalan rasanya Gue kayak lagi mengitari alun-alun suryakencana.
Ada kali jalan sepuluh menitan, akhirnya nyampe tenda juga. Buru-buru dah tuh
ganti baju ahahaha. Dan fix, nyampe surya kencana jam 3 sore. Total pendakian
kurang lebih 9 jam dari jalur Gunung Putri. Lumayan lah ya, untuk pemula. Tapi
kata Indri pas di setengah perjalanan lebih, segitu udah melewati batas waktu
pendakian, ya tapi gimana atuh ya, kalau cape ya pasti istirahat dulu, enggak
bisa maksain. Tapi bener juga sih, itu emang kita udah bener-bener di ambang
batas banget. Bener-bener keliatan muka-muka lelah banget. Bahkan si Indri yang
segitu strongnya dia, udah sering bolak-balik ke Gede tetep aja kelihatan
lelah. Gimana yang baru pertama kali coba? Ahaha tapi gapapa, semua itu jadi
pengalaman yang berharga dan berkesan banget! Bersyukur banget bisa dikasih kesempatan
buat merasakan pengalaman itu.
***
Di pinggir tenda, pada persiapan mau
bikin masakan. Gue, fitria dan indri pun malahan rebahan bentar di dalem tenda.
Asli ngantuk banget. Anak-anak cowoknya pada mempersiapkan makanan. Uwuwuwu~ bageur sekali mereka. Cucok, deh! :)
Oh iya, pas sore gue sempet ke aliran
air gitu. Sumber mata air di sana. Buat wudhu. Sambil cuci beras. Airnya itu
jernih banget. Makanya kan, ada larangan enggak boleh bawa-bawa yang berbahan
kimia kayak sabun, sampo dan odol. Alhasil, kita ketolong dengan adanya
mouthwash aja sih. Ahahaha. Ya, seenggaknya. Enggak mandi, enggak apa-apa. Asal mulut tetap wangi *prinsip*
Di sana, semak-semak juga punya
fungsi yang vital sekali. Soalnya semak-semak tempat buat buang air. Beruntungnya,
gue di sana cuma rajin BAK aja. Enggak ampe BAB. Soalnya enggak kebayang
repotnya gimana. Ahaha. Thank you semak-semak! :*
Pokoknya di sana mah, menyatu dengan
alam banget lah judulnya. Seru.
Pas solat isya, gue baru pertama kali
ngerasain solat bener-bener di alam terbuka. Gelap, sunyi. Beratapkan langit.
Masyaallah banget lah. Bener-bener pengalaman yang berharga dan berkesan
banget.
Setelah itu kita makan. Makannya tuh
kayak ngeliwet gitulah. Kertas nasi dijejerin panjang, ada nasi terus ada nuget
sebagai lauknya. Terus kita makan bareng-bareng. Sesederhana itu, tapi entah
kenapa bermakna banget.
Selepas makan, bersih-bersih, terus
langsung menuju ke tenda buat persiapan tidur. Mulai sedikit rusuh karena kudu
ngatur posisi biar satu tenda cukup untuk bersembilan orang. Tapi pada akhirnya
karena enggak cukup, si Abdul jadi tidur di luar tenda dia. Di dalem tendanya
sendiri di bagi menjadi dua posisi. Kanan untuk cewek-cewek, dan kiri untuk
cowok-cowok. Terus posisinya pun diselang-seling. Biar kakinya pada bisa saling
lurus kan. Hari itu, bener-bener dingin banget. Udah prepare banget lah. Gue
sendiri tidur pakai sarung tangan, kaos kaki dan enggak lupa kupluk nutup ampe
muka biar anget. Langsung deh ngegelar sleeping bag. Duh, rasanya udah macem
ulet yang lagi mau bermetamorfosis jadi kepompong aja deh. Tapi itu udah paling
pewe banget lah, nyaman dan anget.
(Oh iya, sleeping bag Gue dipinjemin sama temen. Waktu itu hari minggu,
udah sekitar H-3, dan mulai stress sendiri karena belum dapet pinjeman sleeping
bag dan matras. Nanya ke sini-ke situ. Niatnya mau nyewa juga, tapi nomer yang
dihubungi slow respon banget. Kesel dakuuu! Terus akhirnya entah kenapa
keingetan sama si Yoriza, nanyalah ke dia lewat twitter, dan beruntungnya
kakaknya punya. Alhasil minjem deh ke dia. Terus lebih kaget lagi adalah pas
senin, sehabis uts, dia nungguin di depan kelas. Eh, tau-tau langsung nyodorin
sleeping bag. Beuuuuh baiiiiiiiiknyaaaaaaaaa. Makasih banyak yaa, Yori! Itu
berguna banget! Untung aja dapet pinjeman, ternyata Sbnya emang pas-pasan
banget. Matraspun samanya, tapi alhamdulillahnya cukup.)
Terus di sini sebelum tidur juga
sempet ada momen yang lucu. Saat Gue menaruh potongan salonpas ke idung,
fungsinya sih biar anget. Terus ucup dan fitria pada nanya gitu kan. Eh, pada
akhirnya kita udah kayak geng salonpas. Wkakak alias pakai salonpas di hidung.
Mana si ucup udah kayak monster salonpas dia. Pakai di hidung, di pelipis kanan
dua, di pelipis kiri dua sama di hidung satu. Ahahaha. Macem-macem lah ya.
Gue tahu itu juga gara-gara pernah nanya ke si Toni yang sebelumnya
pernah ke Gede juga. Pas liat salah satu fotonya Gue malah nanya, “Ton itu
apaan sih yang ada di idung lu? Putih-putih gitu.”
Kata dia, “Lah elu mit. Pertanyaannya
antimainstream banget lu. Nanya malah kayak gitu. Bukan nanya perjalanannya
atau apa kek.”
Gue pun terbahak, “ya abis penasaran
aja itu apaan. Sering liat aja kayaknya suka pada pake gituan kalo di foto.
Ahahaha.”
Toni, “itu salonpas mit.”
“Fungsinya buat apa gitu ditaro di
idung gitu?”
“Biar anget”
Gue pun ber-“ooooh” panjang.
Alhasil, Guepun menjajal fungsinya.
Beneran bisa bikin anget enggak. Eh, taunya emang lumayan sih bikin anget. Mencegah
biar enggak meler juga. Ahahaha. Soalnya pas pertama kali tiba di alun-alun
suryakencana, beuh gue mulai hampir meler karena dingin.
Masuk ke sleeping bag masing-masing
dan tidur. Gue sendiri alhamdulillah pules banget tidurnya. Bener-bener enggak
kepikiran dan enggak inget apa-apa. Cuman pas bangun rada sedikit ling-lung.
“Ini di mana? Kok bukan di kamar gue.” Tapi itu enggak berlangsung lama karena Gue
keburu sadar. Ahaha.
Gue enggak ngeliat jam berapa, tapi
di luar udah rame aja. Ternyata udah mulai pada masak-masak. Tadinya Gue ikutan
nonggol ke luar tenda, di mana sebagian badan Gue masih di dalem tenda. Sempet
nanya ke temen-temen, katanya jam dua pagi. Terus sempet ke luar tenda dan
beuuuuuuh dingin banget. Pas Gue melihat ke arah langit. Masyaallah banget,
langitnya indaaaaaaah banget. Bener-bener terang karena berhiaskan taburan
bintang. Gue takjub sekaligus terharu. Langit bener-bener serasa deket banget.
Biasanya Gue cuma bisa liat itu dari foto aja, tapi pas dini hari itu, Gue bisa
melihat langsung dengan mata Gue sendiri.
Gue bersama sebagian temen-temen gue melawan
hawa dingin untuk sekedar mengabadikan momen, tapi sayangnya fotonya blur mulu.
Ya gimana ya, susah sih buat enggak sekedar gerak-gerak di tengah hawa yang
dingin. Enggak apa-apa, meski blur, setidaknya ada fotonya lah ya. Ahaha.
Waktu pun berlalu, akhirnya semuanya
udah pada bangun dan siap-siap buat packing. Makanan pun udah siap angkut. Selesai packing, kita sempet makan dulu perbekalan yang udah dimasak dan setelah itu kita siap berangkat naik ke Puncak Gunung Gede dari alun-alun surya kencana. Enggak
tau itu jam berapa, tapi kalau tidak salah jam 4 pagi. Di tengah penerangan
yang minim dan udara yang dingin kami pun memulai perjalanan. Meski jalan yang
kami lalui bisa dibilang sudah jalan setapak yang rapi, tapi tetap saja. Naik ke
atas puncak gunung di tengah udara yang rasanya menusuk tulang saking dinginnya
tetap saja tidak mudah. Berkali-kali kami istirahat. Tak terasa, sang surya pun
mulai terlihat malu-malu menyapa kami. Dan setelah melewati perjalanan yang
cukup panjang akhirnya sampai juga di atas puncak Gunung Gede di ketinggian
2.958 mdpl. Rasa bahagia dan haru
memenuhi dada Gue. Rasanya seperti mimpi, setelah perjuangan yang tidak mudah. Setelah
lelah panjang yang kami rasakan. Akhirnya kami dapat ‘memeluk’ puncak Gunung
Gede. Di depan mata Gue, terhampar pemandangan yang begitu indah. Gunung Pangrango
berdiri dengan gagahnya. Benar-benar pengalaman yang begitu luar biasa sekali.
Alhamdulillah.
gunung pangrango dari atas puncak gunung gede |
Setelah lumayan lama di atas puncak
gunung, kamipun memutuskan untuk turun. Perjalanan turun meski lumayan terjal,
tetapi jauh lebih mudah dibandingkan dengan perjalanan sewaktu naik. Waktu yang
kami tempuh pun tidak selama seperti waktu perjalanan naik. Kalau jalur turunnya kan ke Cibodas ya, meski lebih panjang daripada Gunung Putri, tapi enggak kerasa. Mungkin karena pemandangan yang disuguhkan lebih beragam kali ya. Pokoknya selama perjalanan turun kami semua menuruni tanjakan setan. Melewati air panas. Sempat singgah di Curug Cibereum (meski gue enggak ikut ke sana dan lebih memilih untuk duduk beristirahat). Hahaha.
Meski ada beberapa insiden. Lazu
yang kakinya keseleo lah, gue juga yang sempet kepleset tapi alhamdulillah gak
apa-apa. Pokoknya perjalanan pulang mulai pada mencar-mencar. Mereka yang
staminanya masih kenceng udah pasti duluan. Sedangkan Gue, Lazu dan Faldi jadi rombongan terakhir
yang sampai di bawah. Hahaha.
Sampai di bawah pas maghrib, wuuuh
luar biasa sekali rasanya jalan di sore hari menjelang gelap, di tengah hutan,
ditemani suara binatang-binatang dan penerangan yang ala kadarnya. Badan udah
enggak karuan. Tapi alhamdulillah semua lancar semua sehat wal afiat dan selamat sampai
pulang ke rumah.
Gue pun sampai di rumah di hari jum’at,
6 Mei 2016 malam jam 12 malam dianter sama abang ojek online yang dipesenin sama Faldi. Apa atuh mita mah, enggak punya aplikasinya jadi minta dipesenin. Mana sempet salah gitu kan. Si faldi lokasi terakhirnya lupa diubah gitu kan--lokasi terakhir di rumahnya, ditelepon lah sama abang ojek. Pas dijelasin panjang lebar soal lokasi penjemputan, abang ojeknya tetep enggak ngerti, eh enggak taunya bukan daerahnya. Atulah, pantesan aja. :' Pas nyampe depan rumah pun sempet-sempetnya ada tragedi "Neng, itu helmnya". Anjir gue lupa banget lagi pake helm pinjeman. Ahahaha udah main mau masuk rumah aja. Mungkin, mita lelah~
Ya, banyak cerita dari perjalanan kemarin mulai dari yang biasa aja, keren bahkan ampe yang kocak cenderung bodor. Meski badan rasanya remuk redam, paha dan punggung sakit, pergelangan kaki sakit
karena kepleset, tapi entah kenapa ada sebuah rasa kepuasan tersendiri di hati gue ini. Rasanya
bahagia dan bersyukur banget. Pokoknya, alhamdulillah. Tanpa seizin Allah dan
restu dari Mama dan Bapak gue pasti enggak bakalan pernah bisa punya pengalaman sekeren itu. salah satu keinginan terbesar gue enggak akan pernah bisa terwujud. Ah,
terharu parah lah rasanya. :’
Dari dulu, gue emang pengen banget ngerasain gimana rasanya naik gunung bukan karena buat gaya-gayaan semata, tapi gue pengen menikmati keindahan ciptaan Allah dari sudut pandang yang berbeda. Gue pengen menemukan diri gue dari setiap perjalanan-perjalanan yang gue lakukan. Gue pengen lebih mengenal diri gue sendiri. Gue pengen mengalahkan ego gue sendiri. Pokoknya lebih kepada hal-hal yang ada di dalam diri gue lah. Dan apakah semua itu terwujud? Jawabannya YA! Gue selalu menemukan banyak hal dari perjalanan yang telah gue lakukan. Entah itu cerita, pengalaman, ataupun hikmah dan gue pun mensyukurinya. Terus yang bikin gue terkesannya adalah di sana, hampir semua orang yang ditemui tuh pada ramah-ramah. Pokoknya entah kita ataupun mereka 'mendadak' selalu bilang "Permisi" setiap melewati rombongan yang lain. Saling melempar senyuman dan bertegur sapa. Pokoknya berasa kayak kenal aja gitu padahal mungkin aja baru ketemu pas di situ doang. Bener-bener pengalaman yang berkesan banget. Kerasa kayak kekeluargaan gitu, mungkin karena senasib sepenanggungan kali ya jadi lebih gimana gitu. Hahaha.
Dari perjalanan ke Gunung Gede kemarin, gue mau Makasih berat buat kalian--Lazu, Indri,
Fitria, Faldi, Yudi, Stephanie, Ucup, Abdul. Kalian jadi salah satu alasan gue
bisa sampai di Puncak Gunung Gede. Pokoknya perjalanan kemarin itu gokil parah!
Ayo, ke mana lagi kita? :D
Tenda tempat kami menginap. Hahaha Satu tenda diisi sembilan orang, meski dempet-dempetan alias sempit-sempitan tapi tetep nyaman. Penginapan murah meriah dengan pemandangan taburan bintang yang begitu indah~ Asli~~ Begitu bangun dan keluar dari tenda, rasanya kayak lagi di negeri dongeng karena saking indah langitnya. Ini foto yang diambil sama Iduy. Bagus ya~
***
Sedikit tips buat
kalian:
-Intinya ya, restu dan
izin dari orangtua itu PENTING! Catat ya! Pokoknya jangan sekali-kali pergi
tanpa izin dan restu dari orangtua. Meski terlihat sepele, tapi izin orangtua
itu sakral. Semacam doa penyerta di setiap perjalanan kalian yang bisa jadi
salah satu alasan berhasilnya kalian dalam melangkah.
-Terus persiapan itu
harus matang ya, jangan kayak gue yang bisa dibilang enggak terlalu matang. Pokoknya
pastiin semuanya oke sebelum H-7.
-Olahraga rutinin ya,
jangan olahraga pas mau ada perlunya aja karena olahraga itu penting buat diri
kalian sendiri. Ingat!
-Selalu berdoa dan
ingat sama sang Maha Pencipta di manapun kalian berpijak ya.
-Kalau bisa perginya sama orang yang emang udah ngerti dan pernah ke
tempat yang dituju ya. Jadi tau medannya kayak apa. Itu gue di kelompok
sebagian besarnya anggotanya udah pada pernah, jadi yang pemulanya pun sangat
terbantu, jadi enggak khawatir.
-Saling jaga, saling bantu dan saling percaya antar sesama anggota di
kelompok ya. Soalnya di sana itu berguna banget.
Wah minta berarti anaknya klo punya keinginan kuat ya hihi
BalasHapusUntunglah mama sama bapak ngasi restu buat ngedaki
Aku suka pnasaran knapa sih klo di gunung, wanita yang lagi halangan ga bole naik, apa ada hubungannya ama lelembut? Hmmmm
Ngampar molor wakakk iya banget, emang klo uda di alam liar, tidur dimana wae hayok, ga peduli alasnya tanah ato rumput
Sesama pendaki yang lewat ramah2 ya...
Berasa uda kenal, jadi berasa satu tali persaudaraan
Huhu
Aku sendiri blom pernah ngrasain puncak gunung yang sesungguhnya mit, klo baca2 pengalaman orang jadi tau serunya gimana..serasa ikutan terlibat dalam cerita hihihi
asik, jiwa petualng nih yak. kalau semesta sudah mengizinkan ya gampang deh.. oke gue setuju, persiapan dan restu orang tua memang penting untuk perjalanan yang terbilang cukup jauh. apalagi, perjalanan menaklukan alam..
BalasHapusPengalaman yang sangat seru dan detail sekali.
BalasHapusWarga Cianjur, Sukabumi mah emang pada ramah sih. Bisa dibilang yang paling ramah diantara warga Sunda lainnya.
Saya wktu kuliah dimana ya prnh ke gunung gede, skrng kyknya udh ngak kuat fisik saya deh heheheh
BalasHapusWah seru sekali mbak perjalanannya jadi pengen coba nih.
BalasHapusSeruuuuu bangeeeeet liat bintang2. Jadi inget dulu waktu SMA pernah ke badui, sempet berenti di tengah jalan dari satu desa ke desa selanjutnya karena banyak yang kelelahan akhirnya ngaret 1 hari, dan ya gitu tidur di tenda. Ujan2an, tendanya rubuh...ahahhahakkk... seru.
BalasHapusKalo bepergian tnpa restu orgtua itu rasanya was-was bnget. Takut trjadi apa2 d lokasi.
BalasHapusBtw, seru juga ya petualangan muncak ke gunung gede.. heee
wihh enak ya ke gunung gede? udah lama banget terakhir main ke gunung gede tahun 2013. kangen banget mau main kesana lagi.. deket juga dari jakarta.
BalasHapusbtw saya buat artikel tentang pendakian gunung gede pangrango, mampir ya? jangan lupa koreksi jika ada kesalahan info tulisan.