WHAT?! Aku TERHIPNOTIS
Hello evribodih? how are you today ? yaaaaap selasa petang yang indah . begitu dingin dan mendung ya beginilah suasana senja di kotaku selepas Hujan :)
kali ini gue mau ngebahas soal keterhipnotisannya gue sama si cantik yang satu ini.. yaaaap FRAU itu looooooooooooooh pianis asal yogyakarta , gue kenal dan tau FRAU emang belum lama ini ya sekitar beberapa hari yang lalu saat temen gue yang namanya Deta message ke fb gue ngirimin lirik lagunya Frau yang judulnya Mesin Penenun Hujan
|  | 
| ada salah lirik sedikit tuh XD | 
nah dari situ gue penasaran bangeeeeeeeeet, gue googling deh dan nemu lagunyaaaa terus aku download deh daaan *taraaaa* (bukan nama orang loh ya!)  begitu gue dengerin langsung kayak ngehipnotis gue gitu , suaranya sama alunan dentingan pianonya bikin gue jatoh cinte (kata orang betawi mah gitu deh ahaha) . si Frau begitu piawai memainkan tuts pianonya .. seketika jatoh cinte pada pendengaran pertama (karena ngedengerin lagunya) 
dan lagu yang gue suka tuh adalah (tentu) Mesin Penenun Hujan sama Glow , soalnya dua lagu itu bener-bener bagus banget 
 menurut gue semua lagu-lagunya Frau bagus-bagus semua, lirik sama musiknya tuh unik meski musiknya memang naik turun dan sulit ketebak tapi itulah kelebihannya 
oh iya lagu Frau kayaknya cocok banget jadi lagu penghantar tidur kayaknya nih soalnya emang bikin hati jadi damai banget, mendayu-dayu gitu :D
nah gue sempet aja iseng-iseng bikin gambar Frau yaaa  meski hasilnya juga alakadarnya maklum laah gue masih belajar hahaha
|  | |
| Sumber gambar sebelah kiri : google , sebelah kanan buatan saya masih aneh banget hasilnya T_T | 
setelah googling sana sini nemu daah beberapa kabar berita tentang do'i dari mulai biodata sampai kabar terbarunya 
Frau adalah Leilani Hermiasih. Anaknya biasa saja. Lani berusia 21  tahun. Lulusan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta yang saat ini duduk di  bangku Jurusan Antropologi UGM. Setelah sempat mengenyam karir di  Anggisluka, mencabik bass di Essen Und Blood dan menjadi kibordis  ‘tambahan’ di Southern Beach Terror, mahasiswi ini diam-diam merangkai  beberapa komposisi lagu yang dimainkan dan dinyanyikan sendirian.  Beberapa lagunya mengadopsi jurus maut Regina Spektor dan sisanya punya  rasa lebih manis dikecap di segala cuaca dan suasana layaknya musik pop  ampuh pada umumnya.
Frau muncul ditengah maraknya solois-solois perempuan muda yang  leluasa memainkan alat musik sambil bersenandung menjeritkan imajinasi,  perasaan atau lika-liku hidupnya didepan mikrofon dan kamera mungil yang  tertanam di laptopnya. Sebuah aktivitas privat diluar rutinitas yang  tak jarang tersiar di situs-situs dunia maya hingga ajakan ajaib untuk  unjuk gigi diatas panggung. Sebagian lagu dalam album ini sebelumnya  pernah direkam seadanya dan beredar luas di kalangan muda-mudi di  Yogyakarta. Namun, tidak semua orang memiliki pendengaran yang ramah  menerima rekaman ‘seadanya’. Untuk itulah album ini dirilis dan  disebarkan untuk dinikmati oleh khalayak yang lebih luas.
 ‘Starlit Carousel’ juga dirilis dalam keping CD oleh Cakrawala Records yang didistribusikan oleh Demajors.  Versi fisik ini tentu saja dikemas eksklusif dengan kejutan yang  berbeda dengan versi digital. Meskipun sosoknya lugu dan biasa saja,  Frau telah siap melancarkan sebuah serangan umum 11 Maret dengan anggun  dan bersahaja.
kabar berita terbarunya 
Banyaknya pujian dan berbagai kredit bagus yang diterima dari  masyarakat serta pengamat musik, mungkin adalah alasan dari pertama kali  dirilis sampai saat ini debut albumnya, Starlit Carousel masih menjadi  peringkat tertinggi album yang paling sering diunduh secara gratis dan  legal di Yes No Wave, sebuah netlabel asli Jogjakarta. Begitupun dengan  rilisan fisiknya yang tidak bisa dibedakan dengan kacang goreng, laku  keras. Namun bagi mereka yang belum pernah mengunduh atau membeli  albumnya sekalipun tidak perlu membutuhkan waktu lama untuk mencerna  musik yang ia tawarkan yang kemudian pasti akan mencintainya. Baik  mencintai musiknya atau mencintai seorang wanita muda manis penyuh  senyum yang merupakan hulu dari segala keindahan musik itu. Leilani  Hermiasih, seorang mahasiswi biasa dari Jogja yang jika bertemu piano  berubah menjadi Frau, seorang wanita luar biasa. Luar biasa dalam arti  dengan segala hiruk pikuk orang-orang yang mengaguminya, dengan 12.000  lebih orang yang memberi jempol di laman Facebook resminya, Frau  tetaplah membumi. Ia masih mau melayani permintaan foto bersama dari  bejubel penggemarnya, belum lagi jika ada yang meminta tanda tangan ia  akan dengan senang hati bertanya “…untuk siapa namanya?” sembari  tersenyum.
Dalam lagu-lagunya, Frau memiliki lirik yang cukup puitis yang secara  bahasa beretika dan estetika baik. Mungkin ini juga yang mejadi faktor  dipercayanya Frau untuk menginterpretasi ulang puisi-puisi klasik karya  pujangga era 45 dan tampil pada malam pembukaan Bienal Sastra 2011  beberapa waktu lalu. Frau berhasil menafsirkan puisi-puisi seperti  “Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar, “Dongeng Buat Bayi Zus  Pandi” karya Asrul Sani dan “Berdiri Aku” karya Amir Hamzah menjadi  lagu-lagu baru yang indah dan sarat emosi.
Berkerumun banyak orang di muka teater Salihara sesaat setelah acara  malam pembukaan Bienal Sastra 2011 usai. Mayoritas adalah wanita-wanita  muda, beberapa pria, dan tidak sedikit juga oma-oma yang masih segar  menunggu giliran untuk medapatkan tanda tangan, berfoto bersama, atau  hanya sekedar untuk bersalaman serta menyampaikan kekaguman atas  penampilannya dan menyatakan cinta pada pandangan pertamanya. Frau  menyambut mereka semua dengan hangat. Hangatnya masih sama, masih  bertahan sampai tiba giliran saya meminta tanda tangan di atas keping  album Starlit Carousel dan kompilasi Jogja Istimewa. Sekarang saya punya  dua tanda tangan Frau, dan karena saya merupakan orang terakhir yang  “mengantri” maka sekarang saya juga punya waktu untuk berbincang sedikit  lebih lama dengannya. Tentang hubungan antara musiknya dan sastra,  musisi Jogja yang membantu membesarkannya, hingga sedikit gambaran album  keduanya yang akan datang, berikut interview singkat dengan Frau.
Baru saja menjadi penampil di sebuah acara sastra. Sebenarnya sejauh mana sastra itu sendiri mempengaruhi karya-karya Frau?
Sejauh aku membaca dan semua sastra yang aku baca akhirnya  mempengaruhi dan keluar lagi dalam bentuk apa yang aku tulis. Selain  itu, memang aku ingin juga tulisan atau lirikku itu enak dibaca dan dari  situ aku banyak mencoba mencari dan membaca karya-karya sastra yang  udah ada, seperti puisi-puisi. Walaupun sebenernya aku kurang menyukai  puisi.
Dalam penampilannya tadi Frau membawakan lagu-lagu baru hasil  interpretasi dari puisi-puisi klasik Indonesia. Bagaimana proses  kreatifnya dari mulai menentukan puisinya sampai menjadi lagu?
Sebenernya aku hanya membaca puisi-puisi tersebut dan mencocokan  langsung ke piano. Bagaimana enaknya, nadanya seperti apa yang sesuai  dengan kata-katanya.
Lalu menentukan emosi antara teks dan musiknya itu sendiri bagaimana?
Aku harus melihat isi dari puisi itu seperti apa, kemudian menemukan  mood dan perasaan yang dibawa ke dalam melodinya. Melodinya juga aku  harus mencari semisal nada minor yang keras itu cocoknya dengan  kata-kata yang bagaimana, membawa perasaan yang seperti apa. Jadi aku  mengenali dulu bagaimana kira-kira kandungan puisi-puisi itu baru  kemudian menuliskannya kembali dengan piano sebagai kertasnya.
Tadi Frau juga sempat membawakan sebuah lagu baru yang  bernuansa tradisional sunda. Bisa diceritakan tentang memilih nuansa  seperti itu? Yang notabene Frau berasal dari Jogja tapi kenapa tidak  memilih nuansa tradisional jawa?
Sebenernya, di awal aku mau ada lagu yang agak ada nuansa tradisional  yang bisa dibawakan dengan piano, yang gaya tehnik bermainnya masih  ke-Eropa-eropa-an atau paling tidak klasik Eropa. Dan pemilihan nuansa  sunda itu sendiri sebenarnya tidak sengaja. Jadi awalnya nada-nada di  lagu ini aku pikir bernuansa jawa (tertawa). Tapi ternyata tangga  pentatoniknya berbeda. Akhirnya malah jadi lebih kerasa sunda, dan yang  bilang kalau ini soundnya seperti sunda pun lebih banyak daripada yang  bilang ini jawa (tertawa). Jadi yang bilang seperti itu awalnya bukan  aku sendiri.
Bicara soal scene di Jogja sekarang ini, sudah pasti yang  akan orang lontarkan pertama kali tidak jauh dari Melancholic Bitch,  Armada Racun dan Risky Summerbee & the Honeythief. Kalau boleh  memilih, sebagai seorang musisi yang juga dari Jogja, siapakah di antara  mereka yang paling ‘Frau’ ?
Mungkin ini jawaban yang menyebalkan ya (tertawa), tapi memang  semuanya aku sangat menyukai dari awal memulai Frau. Ketiga band ini  adalah band-band yang benar-benar mendorong aku sendiri untuk membuat  lagu dan membuat album, dan ketiganya pun sangat spesial dalam caranya  sendiri. Armada Racun dari awal berdiri sampai sekarang mempunyai genre  yang luar biasa berani, Melancholic Bitch semua elemen dalam musiknya  juga menyampur dan terdengar sangat ‘wah’, mewah dan menyenangkan. Yang  pasti juga liriknya Mas Ugoran yang gila. Risky Summerbee masing-masing  personelnya memang orang-orang yang sudah sangat mumpuni dalam musik dan  harmoni yang mereka ciptakan juga sangat bagus. Jadi aku rasa aku akan  salah kalau aku bilang hanya satu di antara mereka yang paling ‘Frau’.  Karena ketiganya jelas punya andil dalam terlahirnya Frau.
Sejauh apakah hubungan Ugoran Prasad dalam musik Frau?
Selain sudah mengizinkan aku membawakan lagu miliknya dan dia juga  mau nyanyi bareng di lagu itu, untuk pengerjaan album kedua aku banyak  ngobrol-ngobrol dengan dia untuk diri aku sendiri biar lebih terbuka  pemikiranku dan yang pasti latihan bikin lirik.
Memang akan seperti apakah gambaran album kedua Frau itu nanti?
Hmm….. apa ya. Mungkin cuma bisa satu kata aja, Kebahagiaan.Udah. (tersenyum)
sumber :  
google
 
Jujur, aku gak kenal sama sekali orang yang kamu bahas, tapi setelah baca jadi tahu dehh.. Thanks udah share :)
BalasHapusJangan lupa baca dan komentar entri terbaruku yaa..
BalasHapushttp://elfridachania-words.blogspot.com/2011/12/james-cameron-is-best-director-ever.html
http://frau-songs.blogspot.com/ ini beneran blognya frau bukan?
BalasHapus@elfrida : aku juga suka main ke blog kamu tapi emang belum sempet ninggalin komentar hehehe
BalasHapus@aayik : aku kurang begitu tau hehe maaf :)
wahh umur nya sm dgn umur gue, tp dr pic yg pertama kok kelihatan lebih muda yak -____-
BalasHapusnice review :)
BalasHapus@cacing : iya mungkin itu pas dia masih muda qaqa :3
BalasHapus@annisa pratiwi : makasih yaaa :D
wih frau,ku abi dipilarian ah :D
BalasHapussaya telat mendengarkan dan tau tentang Frau, tapi setelah denger pertama kali lagsung suka banget sama lagunya, #sari menari #mesin penenun hujan #sepasang kekasih yang pertama kali bercinta di luar angkasa ini yang paling aku demen. di tunggu karya2 selanjutnya, semoga tiak tentang percintaan yang fulgar seperti lagu2 laen yang terkesan biasa saja dan membosankan. maturnuwun
BalasHapus