Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

[Book Review] Jika dan Hanya Jika by Alanda Kariza, WIndy Ariestanty, Mita M. Supardi, Gita Romadhona, dkk

Judul Buku : JIKA dan hanya jika
Penulis  : Alanda Kariza, Artasya Sudirman, Bella Pangabean, Desiyanti, Feba Sukmana, Gita Romadhona, Hanny Kusumawati, Mita M. Supardi, Nannette Isdito, Novi Kresna Murti, Rahne Putri, Stella Ang, Windy Ariesranty
Tebal        : 224 Halaman
Penerbit   : GagasMedia
Harga       : Rp 58.000
Cetakan Pertama, 2013

Blurb :
Apa yang terbesit dalam hatimu, saat kaki sudah menjejak di masa sekarang, tetapi sebuah ingin masih tertinggal di masa lalu?

Kau mungkin berharap semesta mengulang jika.

Apa yang memenuhi harapmu saat melihat esok masih terlalu gulita dan gelap tak mampu kau kira?

Kau mungkin mendamba banyak jika.

Jika, dan hanya jika.


Tiga belas penulis mengabadikan rentak yang mereka temui di perjalanan dalam foto. Lalu, mereka beri “jika” ke dalamnya, ditambah rindu, cinta dan harapan yang kadang hampir selesai. Menjelmalah, tiga belas “Jika” penuh warna.

***
Buku ini adalah omnibus dari 13 penulis, 13 cerita pendek tentang jika. 13 kisah menarik yang dapat kamu nikmati dalam buku ini, dan setelah beberapa bulan saya ‘menunda’ untuk membaca buku ini akhirnya selesai juga. finally, i just enjoy reading this book! Saya suka fotonya, saya suka ceritanya, dan saya suka tebaran kata-kata manis, dan tidak sedikit yang menohok. Saya suka JIKA...

Buku omnibus ini, dibuka oleh pragagas : Sebuah Kabar dari Jika yang ditulis oleh windy ariestanty ini. Membuat saya semakin penasaran untuk menjamah Jika-jika lain yang ada.

“Aku menunggu kau mengabarkan jika-jikamu. Kisah-kisah yang tak pernah berangkat dari ketidakpastiaan meskipun bermula dari jika. Seperti setiap foto yang kau kirimkan, yang kau sebut memoar dari memori si pemotretnya.

Dunia ini adalah cerita yang tersebar, kisah yang berserak, dan kenangan yang coba direka ulang olehmu. Oleh kita.

Musim hujan ini aku bertanya-tanya, apa jika di balik lensa mata yang menjadi lensa bidikmu?

Maukah kau mendongengiku?”


Kisah Jika yang pertama berjudul setumpuk ‘Jika’ di Manhattan ini ditulis oleh Alanda Kariza berkisah tentang sepasang kekasih—Navita dan Leo yang akan menikah. Kemudian memutuskan untuk ke Amerika menemui Ayah Navita, menemui setumpuk ‘Jika’ di Manhattan.

Kisah yang kedua berjudul Kisah Cinta di Balik Pintu Renta yang di tulis oleh Rahne Putri ini masih berkisah tentang cinta, sepasang insan manusia. Di dalam cerita ini bertebaran kata-kata manis, dan saya suka dengan gaya bertutur Rahne yang penuh dengan kata-kata manis. Saya suka Jika yang disajikan olehnya, begitu indah.
“Sebuah mimpi tidak selayaknya egois terhadap mimpi yang lain, biarkanlah mimpi berkembang, dan biarkan cinta tersimpan disela-selanya. Biarlah jarak dan waktu menjadi benalu sementara, jika kau percaya, cinta bisa kau bangunkan sewaktu-waktu bersama.” (hal. 37)

Kisah ketiga yang ditulis oleh Gita Romadhona ini berjudul Gadis Yang Menunggu di Peron Dua ini adalah yang paling saya sukai. Saya suka caranya Gita menuturkan ceritanya dengan begitu mengalir, idenya pun sederhana, tentang peron kereta, menunggu, dan Jika.
“Perempuan itu tampak menunggu. Berharap kereta membawa cinta di gerbongnya. Jika saya mampu, saya akan memberi tahunya tentang banyak kisah yang tak semuanya menjelma bahagia. seperti kisahnya.” (hal. 51)

Masih dengan kisah yang manis. Saya agak berkaca-kaca saat membaca kisah ini, saya jadi bertanya-tanya sendiri “Kenapa harus sesingkat ini ceritanya?” , “Kenapa harus begini endingnya?” Aaaaah Nayu :”))
Entah kenapa, menunggu dan peron kereta menjadi kisah sederhana yang manis bagi saya dan Gita mampu menuangkannya dengan begitu apik sekali. Sederhana tetapi mengena. Sayang sekali kisah ini terlalu singkat, aku masih penasaran apakah gadis itu masih selalu dan setia menunggu di peron dua setelah ia mendapati kenyataan pahit itu?

Kisah yang keempat berjudul Ashes to Ashes yang ditulis oleh Stella Ang bertema penyesalan.
“Memilih buah itu ibaratnya membuat keputusan dalam hidup. kadang dapat yang manis dan kita bisa langsung nikmati. Kadang, dapat yang masam, tapi bila kita mau berusaha sedikit, buah yang masa itu bisa jadi sesuatu yang enak.” (hal. 62)


Kisah kelima berjudul Tentang Kehilangan yang ditulis oleh Hanny Kusumawati. Saya suka kisah Jika yang ada di dalamnya dan kisah kehilangan yang dituturkan oleh Hanny walau sesungguhnya saya tidak menyukai dengan tema yang Hanny ambil, saya tidak pernah suka dengan kata perselingkuhan. Tapi, kisah dengan judul Tentang Kehilangan ini benar-benar menyakitkan. Alia dan Bening sama-sama memerankan perannya dengan kuat dalam kisah ini, ditambah Diaz yang juga menjadi tokoh utama di dalamnya. Saat membaca kisah ini saya jengkel sekali dengan perbuatan Diaz dan Alia, tapi disisi lain saya kemudian menjadi respect dengan mereka. Di dalam kisah ini pada akhirnya ada dua perempuan yang sama-sama terluka dan kehilangan, Bening dan Alia. Saya menemukan beberapa kata yang menohok dalam kisah ini.
“Pada akhirnya kamu harus memilih: apakah kamu akan mengkhianati seseorang, atau mengkhianati perasaanmu sendiri?” (hal. 82)

"Apa yang kamu ketahui tentang berpegangan erat pada seseorang yang mencoba melepaskanmu? Apa yang kamu ketahui tentang kekalahan, tentang air mata yang jatuh ketika kamu berjalan menjauh dan menyadari bahwa tidak ada seorang pun yang mengejarmu di belakang, memanggil namamu, dan mencoba menghentikanmu? Apa yang kamu ketahui tentang semua itu? Apa yang kamu ketahui tentang saya? Apa yang membuatmu berhak merebutnya dari saya?" (Hal. 87)

“Apa yang kamu ketahui tentang mencintai? Apa yang kamu ketahui tentang apa yang saya rasakan ketika saya mengatakan kepadanya tidak menginginkan hal lain di dunia ini yang tidak mengikutsertakan dia di dalamnya? Apa yang kamu ketahui tentang ditinggalkan oleh seseorang sebelum dia benar-benar pergi? Apa yang kamu ketahui tentang memaafkan?” (Hal. 93)


Kisah keenam berjudul Sepucuk Surat Cinta di Stasiun Kereta yang ditulis oleh Feba Sukmana ini mengangkat tema yang unik juga sih tentang pertemuan, lagi-lagi stasiun kereta, jatuh cinta, dan vending machine. Itu, mesin yang kalau kita masukan koin atau uang nanti mengeluarkan minuman kaleng/botol secara otomatis. Kisahnya unik, dan menarik, saya enjoy menikmatinya.

Walaupun saya menemukan suatu kejanggalan, yaitu saat saya membuka halaman 106-107 jenis font-nya langsung berubah, berbeda dengan font yang ada di halaman 99-101. dan ketika saya membalik halaman lagi ke halaman 110-114 bentuk font-nya juga berbeda lagi dari halaman sebelum-sebelumnya, saya pun lupa apa nama font yang ada pada halaman 106 dan 110, tetapi yang saya ingat hanya font yang ada pada halaman 99-101, font times new roman, hehehe... karena itu font sejagat raya, ukuran font standart yang dipakai. Saya juga enggak tahu, perbedaan font ini apa menjadi suatu bentuk kesengajaan atau memang suatu kesalahan yang luput dari proses penyuntingan. Entahlah, tapi yang jelas tidak mengurangi kenikmatan saya membacanya kok hehe hanya mungkin mata saya yang terlewat jeli saat melihatnya.

       Kisah ketujuh berjudul Between The Last Train Leaving and The First Train Arriving ditulis oleh Novi Kresna Murti bertemakan empat musim dari empat wilayah berbeda
“Jika kamu hanya punya waktu empat jam untuk memutuskan sesuatu yang tertunda selama empat musim, apa yang akan kamu lakukan?” (Hal. 119)

Kisah kedelapan berjudul Luna Membawa Luka yang ditulis oleh Nannette Isdito dengan keeksotikan bali di dalamnya, Aku suka kisah ini. Kisahnya sederhana, perselingkuhan ah lagi-lagi perselingkuhan -_- , tentang keluarga, kehilangan, melepaskan dan mengikhlaskan. Aku sampai berkaca-kaca bacanya, sayang sekali kisah ini terlalu pendek aku rasa, masih penasaran sama tokoh Luna ini. Aku suka cerita ini, cara Nannette bertutur mengalir dengan begitu apiknya.
“Bertahun, ego menahannya untuk meminta maaf! Hingga detik ini tak ada satu kata sesal pun! Dengan pedih, kuampuni sikapku yang membuatnya mendua. Atau memang pesonanya yang membuat hati lain terpikat. Lalu, mereka terikat! Dan, kuampuni dia pula. Pedih itu kuluruhkan. Kuampuni khilafnya!” (hal. 150)

“Ternyata, aku membawa luka. Aku membawa luka menahun. Karena tak pernah ada kata ampun dan sesal darinya. Ternyata, aku masih menanti sebuah pengakuan: SATU KATA MAAF!” (Hal. 152)

Kisah kesembilan berjudul Penantian Rana yang ditulis oleh Desyanti bertema jatuh cinta, menunggu dan penyesalan. Kisah yang menarik, walau saya kurang suka sama endingnya, hehe

 “Cinta ini memang bukan cinta pada pandangan pertama, yang menusuk jantung bersama lesat panah Cupid gemuk bersayap seperti ilustrasi mitos-mitos Yunani. Cinta ini, menyelinap diam-diam serupa copet dalam bus yang padat, tanpa kusadari mencuri hatiku dengan kelebat gerak gesitnya, meninggalkan bolong kosong di rongga dada.” (Hal. 166)


Kisah kesepuluh berjudul pulang ditulis oleh Mita M. Supardi ini juga saya suka, meskipun ceritanya agak membingungkan bagi saya. Tapi endingnya tidak terduga ternyata. Saya suka juga sama kisah ini..
“Selain pengulangan, dalam hidup akan banyak sekali kemiripan atau kata seolah-olah. Dari banyak kata tersebut, memunculkan kata jika atau pengandaian. Semua manusia memang terlahir tak pernah puas dengan dirinya.” (Hal. 193)

Kisah kesebelas berjudul Kesempatan Kedua ditulis oleh Atasya Sudirman tema yang diambil dalam kisah ini adalah Pilihan. Saya suka gaya bertuturnya yang mengalir dan saya suka kisahnya, terutama secuil sejarah tentang yunani kuno yang Atasya selipkan di dalamnya.
“Bagaimana jika kita harus kembali ke masa lalu, untuk menuju masa depan?” (Hal. 203)

Dan kisah terakhir Jika yang kedua belas berjudul Musafir Asa ditulis oleh Bella Pangabean. Banyak sekali kata-kata puitis dan analogi yang manis. Menikmati sajian penutup kisah dalam buku ini dengan sebuah senyuman :)
“Pedih dicipta untuk manusia berkaca, kembali menata indera yang lemah karena sang rasa sering tak peka.” (Hal. 218)

“Ingat saja, asa milik mereka yang siap bertualang.
Asa milik mereka yang terus menjaga cahaya imaji.
Asa milik mereka yang berjuang demi cita.” (Hal. 222)

Sekian review panjang dari saya, maaf jika masih banyak kekurangan. Silahkan kalian baca jika tertarik. Karena ada 13 kisah yang dapat kalian nikmati dalam satu buku, cukup menarik bukan? Dan terakhir, Saya menyematkan 4 bintang dari 5 bintang untuk 13 kisah jika ini.Oh iya, saya juga suka dengan cover Jika ini ; unik, warna hijau, plus tulisan ambigram-nya, lucu bisa dibalik-balik :D

Selamat membaca! Dan selamat berjika-jika : )
Mita Oktavia
Mita Oktavia Lifestyle Blogger yang suka menulis, melukis, bermain game, dan bertualang | Penawaran kerja sama, silakan hubungi ke hello.mitaoktaviacom@gmail.com

11 komentar untuk "[Book Review] Jika dan Hanya Jika by Alanda Kariza, WIndy Ariestanty, Mita M. Supardi, Gita Romadhona, dkk"

  1. Ahaaaaaaaay kisah yang pertama latarnya di Manhattan ya? Mau bacaaaaaa!!!!! Lempar sini yayayaya hahaha :P Nih udah isi kuota :PP

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya manhattan, tapi cuma sekilas doang sih, lattarnya cuma pemanis aja kalo aku perhatiin :3 aaaaaa~ sini makanya :p aku jg mau baca kastil es tea atulah :(

      Hapus
  2. Kereeeeeeennnnnnn smuaaaa critanya mbaa :) salam kenal

    BalasHapus
  3. Kereeeeeeennnnnnn smuaaaa critanya mbaa :) salam kenal

    BalasHapus
  4. Hi slm kenal kaa ..keren smuaaaaa tulisannyaaa 👏👏👏

    BalasHapus
  5. Haii kaaa slm kenal ..tulisannya bagus smuaaaa,byk yg ngenaaa ke akuuuu 👏👏

    BalasHapus
  6. terima kasih Mita, salam dari Nayu :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kembali mbak gita, walaikum salam, bilang ke nayu jangan sedih ya :'))

      Hapus
  7. terima kasiiih Mita, salam dari Nayu :)

    BalasHapus
  8. kisah dari penulis-penulis unggulan. bikin pengen baacaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sebagian besar seru-seru ceritanya ditambah ada foto gitu sebagai pelengkapnya. Sebuah buku yang manis :)

      Hapus