Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review Film Bachiranun (2021) : Menelisik Setiap Sudut Indah Kampung Halaman


review film bachiranun kenangan kampung halaman dan keindahan pulau yonaguni



Informasi Film


Judul film: Bachiranun / ばちらぬん

Sutradara, penulis skenario, dan editor: Higashimori Aika

Sinematografer: Shaojie Ong

Asisten pencahayaan: Yuta Nishikawa

Penata suara: Satomi Nishigaki, Saki Muranaka

Asisten produksi perekaman: Yuri Kimura 

Penata kostum: Marion Hirai


Pemain Film Bachiranun

  • Higashimori Aika

  • Ishida Kenta

  • Sasaki Nami


Trailer Film Bachiranun

    Bagi kamu yang tertarik ingin menonton film Bachiranun sebaiknya kamu menonton dahulu cuplikan film ini supaya kamu makin penasaran sama keindahan alam yang tersaji di dalamnya. Berikut cuplikan filmnya:





Sinopsis Film Bachiranun


"Bachiranun" adalah sebuah sajian film dokumenter yang menyatukan kehidupan sehari-hari, festival, budaya, dan lanskap pulau yang fantastik. Film yang terinspirasi oleh bunga, buah, tulang, dan ritual. Film Bachiranun yang disutradarai oleh Higashimori Aika, yang berasal dari Pulau Yonaguni dan juga ikut bermain dalam film ini berusaha mengeksplorasi pentingnya melestarikan bahasa dan budaya pulau yang mulai hilang dan dilupakan.


Aika sebagai sang sutradara menjalin pengalamannya sendiri dengan kenangan dan budaya pulau itu, menyelidiki kehidupan orang-orang yang telah tinggal di sana. Mengaburkan garis antara fiksi dan dokumenter, film ini menjadi kisah yang menarik dan menawan tentang pulau dan orang-orangnya, melampaui batas penceritaan tradisional. Oh iya, Bachiranun memiliki arti “jangan pernah lupa”. Sebuah kata yang berasal dari Pulau Yonaguni yang merupakan titik paling barat Jepang, di Prefektur Okinawa. 




Sepanjang film, penonton akan diajak menelusuri Pulau Yonaguni, menelisik satu per satu tempat dan kegiatan dari para warganya. Merawat tradisi, menenun, berlayar dan menangkap ikan. Selain itu, penonton juga diajak merenung akan keresahan untuk menjaga tradisi dan budaya dari para leluhur yang perlu dilestarikan. Akibat mulai sedikitnya masyarakat yang masih melakukan tradisi ritual yang berlangsung di masa dahulu. Sementara itu, para tetua sudah tidak bisa melakukannya lagi karena faktor usia. Mereka mulai kesulitan berjalan dan menyiapkan ritual. Disoroti juga permasalahan lingkungan seperti sampah-sampah plastik yang berserakan di pesisir pantai di Pulau karena terbawa arus. Mana rata-rata sampah plastik bekas kemasan juga.



Review Film Bachiranun



visual pemandangan alam pulau yonaguni dalam film bachiranun yang indah
Sinematografi alam Pulau Yoniguni (sumber: trailer JFF+ youtube)



Sejak awal film ini dibuka oleh keindahan laut biru dengan latar bukit hijau yang amat memanjakan mata. Film yang sangat minim dialog, tapi lebih berfokus pada sajian visual sinematografinya yang bagus serta paduan suara tradisional dan alam yang menyenangkan untuk didengar. Awalnya aku sempat bingung akan film ini, sebab berkaca dari film festival lainnya yang pernah aku tonton rata-rata ternyata menonjolkan unsur semiotik di dalamnya. Namun, ternyata kadang luput dari perhatian saat menontonnya. 


Saat menonton film Bachiranun aku berusaha untuk fokus dan menajamkan mata akan kemungkinan simbol yang dimasukan. Ternyata, aku menyerah. Pada akhirnya aku hanya menikmati alur dan sajian visual yang diberikan. Mungkin Bachiranun berbeda, pikirku. Film yang berdurasi 1 jam 1 menit ini indah secara artistik dan eksperimental juga dalam penggambaran Pulau Yonaguni serta kehidupan sehari-hari masyarakatnya.


sinematografi memanjakan mata dalam film bachiranun
Sinematografi bunga di film bachiranun (sumber: trailer JFF+ youtube)



Secara visual, film ini juga memanjakan mata dengan menampilkan warna-warna kontras perpaduan dari hijaunya bukit dan ladang, lautan dan langit biru, serta warna cerah bunga dan buah. Selain dimanjakan secara warna, penonton film Bachiranun akan dimanjakan juga pada beberapa adegan warga yang memainkan alat musik tradisional dengan nyanyian. Musik tradisional yang indah didengarkan dengan makna lirik kalimat baik seolah berwujud doa dan harapan baik. Ada juga cuplikan semacam ritual yang untuk meminta hujan dan cara masyarakat Pulau Yoniguni bersyukur pada pemberian dari dewa. 


Bukan pertama kalinya aku menonton tayangan film dokumenter, tapi baru di film Bachiranun ini pengalaman menonton pertama kali yang terasa magis. Kenangan akan kampung halaman serta budaya, tradisi, nilai-nilai luhur, kerinduan serta cinta pada kampung halaman–tanah air di mana diri dilahirkan terasa sekali. Bahkan hingga di menit terakhir film ini. Makna film ini jadi terasa dalam bagiku setelah menontonnya. Selain tradisi dan budaya juga ternyata ada simbol di tangan salah satu perempuan yang ada di film ini. Itu berhasil tidak luput dari perhatianku yang ternyata punya kesan dalam. Sekaligus pesan penting yang ingin disampaikan sang sutradara.




Kesan menonton film Bachiranun


Saat mencari film untuk ditonton pada gelaran JFF+ Independen Cinema 2023, tanganku berhenti memainkan kursor tetikus setelah membaca ringkasan singkat tentang film ini. Kalimat itu bertuliskan, “a docu-fiction film that intoxicates viewers with the vibrant beauty of Yonaguni Island life”. 


visual laut biru pulau yonaguni di film bachiranun
Laut biru di Pulau Yoniguni (sumber: trailer JFF+ youtube)



Berawal dari rasa penasaran ingin tahu Pulau Yonaguni tuh seperti apa, secara aku baru pertama kali mendengar nama pulau itu. Ternyata sampai film ini berakhir aku merasa puas menontonnya. Rasa penasaranku terbayar malahan dapat bonus visual yang cantik memanjakan mata serta perpaduan suara alam dan musik tradisional yang menyenangkan untuk didengar. Film ini adalah film yang bagus, dibuktikan dengan film Bachiranun ini menerima Grand Prix dalam ajang penghargaan Pia Film Festival (PFF) ke-43, menarik perhatian yang signifikan atas penggunaan bahasa Yonaguni di seluruh narasinya. Tidak heran bila menonton film ini seperti menemukan permata yang hilang. Segala unsur ada lengkap di dalam satu sajian film.



kutipan film bachiranun



tradisi dan budaya pulau yonaguni dalam film bachiranun
Alat musik tradisional Yonaguni (sumber: trailer JFF+ youtube)



Selain bahasa, budaya dan tradisi yang ada di Yonaguni ini menarik perhatianku. Di salah satu adegan, ada wanita dengan tato berbagai bentuk simbol di kedua tangannya yang akhirnya tato itu menghilang. Kemudian Aika bilang, “aku tidak akan pernah melupakan semua ini”. Entah kenapa saat menontonnya, aku merasa adegan ini penting. Aku yakin pasti ada semacam pesan yang ingin disampaikan sang sutradara. Namun, aku belum juga berhasil menemukannya. Aku memutuskan mengirimkan pesan langsung ke sosial media sutradara filmnya untuk menanyakan beberapa hal. Termasuk salah satunya pertanyaan soal tato simbol ini juga. Namun, sejauh ini baru dibaca belum (tentu akan) dibalas juga sih. Hahaha, tapi setidaknya aku sudah berusaha. (kalau nanti ternyata dibalas sama Aika akan aku perbaharui lagi informasinya yaa dalam postingan ini).


Saking penasaran dan tidak mau berkutat dalam penantian tidak pasti, akhirnya aku menelusuri sendiri jawabannya. Aku melihat dari satu postingan ke postingan lainnya di sosial media Aika dan akun film Bachiranun. Akhirnya aku menemukan postingan di stories Aika yang membahas tato simbol di tangan yang aku penasaran di film Bachiranun. Postingan itu menjawab satu pertanyaan dari beberapa pertanyaan yang aku tanyakan.


Akira menulis di laman situs pribadinya tentang tato simbol ini secara lengkap. Mengedukasi aku juga sih sebagai pihak yang bingung sekaligus penasaran. Rasa penasaranku terjawab tuntas. Ternyata tato ini bernama “hajichi”. Aika juga menjelaskan hajichi secara mendalam dalam tulisannya.


Hajichi tradisi orang okinawa yang mengacu pada tato yang biasa dimiliki wanita
Hajichi dalam film Bachiranun (sumber: Aika Note blog)




Dikutip dari blog Aika, hajichi adalah kebiasaan orang Okinawa yang sekarang sudah punah. Hajichi mengacu pada tato yang biasa dimiliki oleh wanita muda Okinawa di punggung tangan mereka di masa lalu. Pola tersebut memiliki arti yang beragam, seperti upacara kedewasaan, kemakmuran keturunan, jimat, dan harapan akan surga. Jadi, ternyata tato ini bukan hanya sebuah simbol tanpa arti, tapi justru ada pesan penting di dalamnya.


Membaca blognya aku makin takjub karena ternyata yang dia memasukkan hajichi dalam film karena punya misi pesan penting yang ingin disampaikan. Tulisannya Aika berbahasa Jepang, tapi akan aku tuliskan kutipan yang sudah aku terjemahkan dengan bantuan aplikasi penerjemah. Aku masukkan ke dalam postingan blog aku ini. Mungkin terjemahannya tidaklah sempurna dan akan terbaca rancu, tapi kurang lebih isi postingan dalam blog Aika seperti ini:


“Saya memasukkan Hajichi dalam "Bachiranun" karena saya ingin menerima semuanya termasuk sejarah Hajichi yang ditulis selama ini. Memang benar hajichi adalah simbol wanita. Saya yakin akan tiba saatnya perempuan akan dapat memperoleh lebih banyak kebebasan daripada yang mereka lakukan pada masa itu, seperti tanda-tanda pernikahan, menarche, dan tanda-tanda menjadi wanita dewasa. Sudah lama sejak saya berada di tengah-tengah waktu yang lama. Kita harus bebas dari awal. Perasaan yang menusuk mereka, doa yang keluar dari ketakutan, saat mereka tidak punya pilihan selain melakukannya, masa lalu yang dibenci, kesan yang tersisa di masa sekarang, semuanya. Saya menelannya agar tidak melupakannya. Saya menekankan di filmnya. Saya pikir tangan mereka indah. Hanya pemikiran itu yang tidak boleh diganggu oleh manusia.”
  (dikutip dari https://note.com/aika_higamo/n/n64791f06390)


Jadi, ternyata hajichi punya makna yang dalam juga bagi wanita muda Okinawa di masa lalu. Kalau baca di postingan blognya bakalan kagum sih sama sejarah panjang tentang hajichi ini. Menambah khasanah pengetahuan budaya Jepang juga nih buatku.


Selain soal simbol tato di tangan, hal menarik yang aku soroti dalam film Bachirun ini seperti di awal paragraf review dalam postingan ini aku sempat mengatakan kalau ini film yang minim dialog. Namun, sekalinya ada dialog itu bikin aku tanpa sadar menganggukkan kepala menyetujui beberapa hal yang disampaikan. Salah satu dialog yang sederhana, tapi maknanya secara personal bagiku terasa dalam.


“Ingatlah bahwa setiap jalan memiliki lubang dan kerikil. Kita tidak punya pilihan selain berjalan.”


Saat melihat kalimat itu, aku langsung terpikirkan penggambaran akan kehidupan. Kita mungkin akan menemui jalan kehidupan yang pasti tidak selalu mulus juga. Sebab hidup itu perjalanan yang selalu dinamis karena ada naik-turun, pasang-surut, bahagia-sedih, atau pun pertemuan-perpisahan. Pilihan-pilihan di dalam hidup yang selalu berbeda yang membawa pada berbagai cerita dan kenangan. Banyaknya tantangan yang mungkin harus dihadapi, tapi kita hanya perlu untuk tetap berjalan. Berhenti sebentar tidak apa-apa, tapi hanya perlu untuk tetap berjalan meski perlahan.


Film Bachiranun jadi film baru yang aku masukan ke list film favoritku bertema alam yang menenangkan. Selain film Little Forest dan film Bread of Happiness nih. Meski dari bentuk filmnya berbeda, sebab film Bachiranun ini lebih pada dokumenter. Namun, semuanya punya satu kesamaan yang sama. Ada unsur alam di dalamnya. Hanya perbedaannya, pada fokus tema lain tentang makanan yang diangkat di dua film lainnya yang aku tonton sebelum Bachiranun. Sementara film Bachiranun lebih luas lagi menggambarkan banyak hal; alam, suara, kepekaan panca indera, budaya-tradisi, dari satu daerah yang ternyata menarik juga untuk dilihat dan dinikmati. Selain itu, film ini juga seperti memberi pesan pada generasi muda masa kini untuk tidak boleh melupakan tanah air, tradisi dan budaya yang dimiliki dari daerah asal kita berada. Sebab tradisi budaya haruslah dilestarikan agar tidak punah.


Penutup


Di dalam postingan review film  Bachiranun aku kali ini mungkin tidak banyak hal yang aku sampaikan seperti biasanya. Menurutku, kamu harus menontonnya dan merasakannya sendiri. Pengalaman menonton film dokumenter yang berbeda daripada biasanya. Setelah menonton film ini aku jadi ingin sekali mengunjungi Pulau Yonaguni. Pulaunya cantik bangeeet, sukaaaa! 💚


Film Bachiranun ini cocok untuk dinikmati untuk kamu yang sedang merindukan ketenangan dan mungkin sedang merindukan juga kampung halaman. Film Bachiranun akan membawamu hadir utuh di saat iniuntuk berhenti sejenak, mengambil napas panjang. Setelahnya kamu bisa kembali lagi berjalan melanjutkan perjalanan kehidupan dengan perasaan yang lebih lapang. 😊🌻


Mita Oktavia
Mita Oktavia Lifestyle Blogger yang suka menulis, melukis, bermain game, dan bertualang | Penawaran kerja sama, silakan hubungi ke hello.mitaoktaviacom@gmail.com

4 komentar untuk " Review Film Bachiranun (2021) : Menelisik Setiap Sudut Indah Kampung Halaman"

  1. Itulah kenapa aku ga pernah bosen ke Jepang, Krn memang alamnya secantik itu, di setiaaap prefectures 😍😍😍.

    Dan Okinawa ini udah aku masukin ke list akan aku visit paling terakhir, setelah prefectures jepang lainnya berhasil aku datangin semua mba. Dari total 40an something, aku baru setengahnya, jadi sisa setengah lagi, mau aku visit pelan2, tapi yg penutupnya nanti di Okinawa 😄. Krn ini pulau terpisah sendiri.

    Menarik ih, tadi liat sepintas trailer filmnya, dan memang langsung nenangin banget. Kayak ga sabar mau langsung kesana dan coba tinggal. Mungkin kalo nanti aku ke pulau yonaguni, aku mau coba datang pas autumn, Krn biasanya selalu winter 😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wiiiiih, keren selalu memang, Mbak Fanny ini. Nanti kalau jadi ke Yonaguni kasih tauuu yaa, aku mau baca nanti cerita perjalanan dan pengalaman dirimu, Mbak. 😍

      Jujur ya sebenernya Jepang bukan negara impianku tau mbak, kayak lebih penasaran ke Korsel aku tuh. Cuma setelah nonton dua filmnya yang temanya tuh tentang alam dan menenangkan jadi penasaran dan pengin juga cobain ke sana juga. Kayaknya yaa aku tuh cuma gak tau aja tempat-tempat yang alaminya gitu. Jadi, mikirnya Jepang tuh ya cuma wisata kota aja yang mana aku kurang tertarik kalau cuma wisata kota.

      Hapus
  2. menarik mbak, aku sendiri suka kalau liat film yang nawarin pemandangan alam kayak gini
    aku sendiri juga baru denger nama pulau Yonaguni ini, jadi penasaran juga liatnya
    Apalagi kalau film yang mengisahkan kehidupan warga sekitar, budayanya seperti apa, menarik buat dipelajari

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, sama kita berarti ya. Memang menyenangkan banget melihat film tipe kayak gini, Mbak. Aku pun sama, bener-bener baru tau kalau ada pulau Yonaguni dan ternyata cakeeep bangeeet. Betul sekali mbak menarik banget. Apalagi di film ini ada semacam lagu yang dimainkan dengan musik tradisionalnya pulau Yonaguni dan enak banget musiknya. Liriknya pun bagus. Coba aja nonton mbak di JFF+ mumpung gratis dan masih bisa diakses sampai Oktober kalau gak salah inget aku.

      Hapus