Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menjejaki 3 Kota dalam 4 Hari



Perjalanan ini bermula dari rasa jenuh yang menghampiriku dalam menjalani rutinitas termasuk di dalamnya terlibat dalam hiruk pikuk kota Metropolitan Jakarta. Muncul sebuah ide untuk #mainsebentar, mengambil cuti guna rehat sejenak menepi dari kesibukan di kantor. Berjodohlah dengan tanggal 26 April 2019 sebagai awal keberangkatan dan 29 April 2019 sebagai hari kepulangan kembali dalam pelukan rumah yang hangat.

Rencana awal perjalanan ini sesungguhnya adalah ingin ikut open trip ke Ranukumbolo yang berada di Gunung Semeru, hanya saja qadratullah  ternyata tidak jadi ke sana karena dari pihak open tripnya membatalkan acaranya lantaran belum dibukanya pendakian ke Semeru. Berkat berbagai pertimbangan, akhirnya tetap jadi berangkat ke Malang dan memutuskan untuk eksplorasi-eksplorasi lucu di dalam kotanya saja. Perjalanan kali ini hanya melangkah berdua saja bersama Lazu. Sahabat perjalanan yang kini merangkap juga sebagai kekasih.

Perjalanan dimulai dari Barat, tepatnya Bogor. Aku dan Lazu memutuskan untuk berangkat lebih pagi, tepatnya pukul 07.00 WIB dengan diantar Papa (Bapaknya Lazu) ke Stasiun Bogor. Padahal jadwal keberangkatan kereta kami masih pukul 10.30 WIB. Kami berangkat menggunakan KRL menuju St.Gondangdia, untuk selanjutnya berpindah moda transporasi menuju Gambir. Kami akan melakukan perjalanan menggunakan KA Argo Parahyangan.

Meski sebenarnya bisa berjalan kaki dari Stasiun Gondangdia menuju Stasiun Gambir, mengingat untuk menghemat waktu dan tenaga akhirnya kami memutuskan untuk menaiki bajaj saja. Saat itu Aku membawa semi carrier, sementara Lazu membawa carrier. Ini pertama kalinya kami melakukan perjalanan berdua sejauh ini. Biasanya kalau perjalanan jauh seringnya  tuh beramai-ramai bersama teman-teman. Berhubung karena satu dan lain halnya, termasuk di dalamnya jadwal yang susah untuk disamakan. Akhirnya kami memutuskan pergi berdua saja. Sebetulnya  sebelum hari keberangkatan, Aku sempat merasa khawatir karena takut tidak diizinkan pergi, namun aku bersyukur orangtuaku bisa mengerti. Tak hanya itu orangtuaku pun memberikan izin dan kepercayaan padaku dan Lazu. Mungkin mereka tidak tega juga karena melihat anak mereka sangat butuh rehat sejenak dari segala kesibukan dan rutinitas kerja (termasuk di dalamnya drama perkeretaan sebagai anak kereta yang pulang pergi Bogor-Pondok Indah).

Oh iya, perjalanan kali ini juga agak berbeda karena Aku dan Lazu yang mencoba menjadi penjelajah yang ‘agak berkelas’ dengan menaiki kereta eksekutif. Hehehe... Biasaya jadi penjelajah super ngirit dengan berpuas hati menaiki kereta ekonomi. Justru di situlah 'seni'-nya perjalanan dengan kereta api. Apalagi kala itu pergi dengan teman-teman. 
Memulai perjalanan awal, KA Argo Parahyangan yang Aku dan Lazu pilih. Pemilihan Argo Parahyangan pun bukan tanpa alasan. Sudah sejak lama Aku yang sangat ingin sekali mencoba perjalanan dengan menggunakan Argo Parahyangan.  Rencana itu pun direalisasikan berbarengan dengan perjalanan ke Timur kali ini. Asli, rasanya Aku senang sekali! Maaaaa, anakmu akhirnya bisa liburan jugaaaaa. Yipiiiieeeee~

Sekitar jam 10.00 WIB kereta pun tiba….
Aku pun tak bisa menutupi kebahagiaanku melihat KA Argo Parahyangan melintas di depanku. Setelah mencari-cari gerbong tujuan, Aku dan Lazu pun masuk dan langsung mencari nomor tempat duduk. Kami duduk di IA dan IB. Alhamdulillahnya dapat di kursi depan dengan jarak kursi dan dinding agak jauh. Terasa luas dan nyaman sekali. Dan kami pun dapat tempat duduk yang searah dengan lajunya kereta jadi tidak mundur.  Aku sempat dibuat takjub dengan keadaan interior dalam keretanya yang bagiku sudah cukup mewah. Kursinya pun empuk dan nyaman.  Pukul 10.30 WIB kereta pun berangkat….




Tidak banyak aktivitas yang kulakukan di dalam kereta, hanya duduk memandangi ke luar jendela, berfoto berdua dengan Lazu, sesekali mengobrol, dan aku tenggelam dalam pemandangan yang kulihat di luar jendela kereta. Aku suka sekali naik kereta api. Aku suka perjalannya. Aku suka memandang ke luar jendela, memperhatikan pemandangan maupun warga sekitar. Pemandangan yang tersaji dalam perjalanan Jakarta menuju Bandung lebih banyak didominasi perbukitan hijau, sesekali ladang dan persawahan warga, dan ada juga warga sekitar yang sedang beraktivitas tak jauh dari rel kereta, dan beberapa pemandangan stasiun yang kulintasi.  Aku sangat suka sekali perjalanan awal ini. Aku bisa melihat awan putih yang cantik, birunya langit, dan hijaunya perbukitan. Sebuah penyegaran pikiran sekali, dibandingkan pemandangan kepadatan dan ramainya orang beserta kendaraan yang tak pernah alpha kutemui di Senin hingga Jumat.

Setelah 4 Jam lebih waktu perjalanan akhirnya kereta pun tiba di Stasiun Bandung. Agak terlambat dari jadwal yang seharusnya tiba pukul 13.39 WIB, tapi nyatanya kami baru tiba hampir pukul 14.30 WIB. Tak menyiakan waktu, Aku dan Lazu pun menunaikan salat zuhur dan langsung ke luar stasiun mencari tempat untuk santap siang. Itu kali pertamanya aku kembali ke Bandung setelah sekian lama. Bedanya, biasanya Aku naik bis ke Terminal Leuwi Panjang untuk selanjutnya transit dan berpindah bis menuju ke Terminal Cicaheum. Namun saat itu berbeda karena menggunakan kereta. Selain tempat tujuannya yang berbeda, perjalanan ke Bandung kali ini pun sayangnya hanya untuk transit saja sehingga tidak bisa berlama-lama.  Setelah itu, Aku dan Lazu pun masih ada jadwal keberangkatan kereta pukul 15.45 WIB untuk menuju ke Malang. Setelah berfoto sebentar sebagai dokumentasi untukku pribadi bahwa Aku juga akhirnya pernah merasakan ke Stasiun Bandung juga dokumentasi yang kami kirimkan pada orangtua. Perut pun kenyang, kami pun kembali masuk ke dalam stasiun Bandung sekitar pukul 15.00 WIB. Kereta pun belum datang dan agak terlambat datang.

Untuk perjalanan dari Bandung menuju Malang kami menumpang kereta api Malabar.  Sekitar jam 16.00 WIB kami pun berangkat dari Bandung. Di dalam kereta Malabar sebetulnya kami mendapat nomor kursi yang sama seperti KA Argo Parahyangan yaitu di 1A dan 1B. Kami sempat kebingunan saat mencari letak kursi kami karena ternyata bukan di paling depan sebelah kiri lagi lagi seperti sebelumnya, tetapi di paling belakang dan sebelah kanan. Meski tak senyaman dan semewah kereta sebelumnya, KA Malabar cukup nyaman, terlebih posisinya di belakang jadi Aku bisa leluasa mengatur posisi kursi. Hahaha lumayan kan tuh bisa mengatur posisi kursi sampai dimundurkan ke belakang banget.

Sekitar dini hari, kereta pun telah tiba di Yogyakarta dan cukup banyak orang yang turun.  Kursi-kursi banyak yang kosong. Lalu terbesit perasaan aneh yang kurasakan. Aku jadi berpikir sekaligus merenung. Perjuangan dan pengorbanan mereka duduk berjam-jam dan berpegal-pegal pun telah usai dan mereka pada akhirnya sampai juga pada tujuan mereka. Aku jadi merenung bahwa menaiki kereta itu ibarat menjalani kehidupan.

Meski semua orang sama-sama punya kehidupan, tetapi setiap orang punya tujuan yang berbeda-beda. Ibaratnya ketika tujuanmu misalnya hanya sampai Yogyakarta, ya kamu akan turun dan mencapai tujuan itu. Ketika tujuanmu memang masih jauh sampai Malang misalnya, tentu saja kamu masih harus bersabar waktu untuk sampai di tujuanmu. Ketika melihat orang lain yang kamu temui di dalam hidupmu dan mereka sudah mencapai tujuan mereka, ya sudah… memang seperti itulah takdir mereka. Bukan berarti kamu tidak bisa mencapai tujuanmu.  Namun, Allah hanya memintamu untuk sedikit bersabar, dan tidak masalah, berbeda waktu pun tidak mengapa. Pada akhirnya kamu juga akan sampai pada tujuanmu di waktu yang tepat. Tuhanmu Maha Tahu mana yang terbaik bagi hidupmu, bukan? :)


Kereta berhenti cukup lama. Di tengah rasa ngantuk dan merenungi hal itu, eh ada kejadian tak terduga yang nyaris membuat Aku dan Lazu emosi ketika tiba-tiba ada seorang Ibu yang naik lengkap dengan membawa koper dan beberapa bawaannya. Terlihat sekali riweuh dengan tiket yang digenggamnya di tangan kanan. Ibu itu berdiri persis di depan kami di sebelah kiri dan dekat Lazu (karena posisinya Aku duduk di dekat jendela sebelah kanan). Ibu itu berbicara dengan agak heboh bilang bahwa nomor kursi dia juga di 1A dan 1B. Sontak Aku dan Lazu pun terkejut. Lah, kami tidak mungkin salah. Mana Ibu itu agak menyebalkan rasanya karena terkesan dia marah ke Aku dan Lazu karena menduduki tempat yang katanya mestinya punya dia. Lazu pun akhirnya meminta tiket yang dititipkan dalam tas kecil yang selalu kupakai dan kupeleuk erat wkwkwk

Kata Lazu, “mana coba tiket kita.”

Dan benar saja ibu itu masih kekeuh. Terus ya  ada juga seorang bapak yang terlihat seperti membantu Ibu itu dan entah ya mungkin sih dia berusaha menengahi, tapi yang kulihat malah dia seperti membela Ibu itu dan menatap curiga padaku dan Lazu. Monmaap nih ya, masalahnya yang naik duluan siapa dah? Ya masa sih kami yang salah?

Setelah dia melihat tiket milik kami dan milik Ibu secara bergantian dan saksama, dia terdiam sesaat. Dan kalian tahu apa? TERNYATA IBU ITU SALAH! MAMAM TAH, ERA MANEHNA! Jadi nomor kursi memang sama, taunya keretanya yang beda. Dengan kata lain, ternyata dia salah naik kereta. Entah sih dia mau naik kereta apa yang pasti bukan  KA Malabar.

Aku yang tadinya sempet merasa ikutan kesal mendadak berusaha sekali menahan tawa karena melihat ekspresi muka Ibu itu yang berubah dan agak memerah karena menahan malu. Pun dengan si Bapak yang terlihat sempat ingin ikut campur dan pengin jadi pahlawan kesiangan juga terlihat agak malu.

Ibu itu dan anaknya pun akhirnya cepat-cepat turun begitu saja, dan lucunya tanpa minta maaf! Haduh, ampun deh udah salah sampai kayak nuduh kami yang salah karena mengambil kursi yang dikiranya punya dia eh pas tau salah, dia ngeloyor pergi begitu saja dong! Dan si Bapak itu juga pergi begitu saja ke tempat duduk dia setelah dia juga keliru.

Inilah guys, pentingnya menanamkan pada anak sejak dini tentang pentingnya 3 kata sederhana yang sering disepelekan yaitu Tolong (ketika meminta bantuan seseorang), maaf (ketika melakukan kesalahan dan berani mengakui kesalahan), dan terima kasih (ketika telah dibantu oleh orang lain).
Cuma yaudahlah ya… akhirnya Aku dan Lazu pun tidak memperpanjang itu dan kembali mengambil posisi duduk yang nyaman untuk melanjutkan tidur karena perjalanan kami  masih panjang! Hahaha.

Tak terasa pagi pun tiba dan kulihat dari jendela di luar berkabut, dan Aku baru ngeuh juga ya ternyata kereta berjalan di rel yang berada di antara bukit di sisi kanan dan kirinya. Dan setelah perjalanan panjang akhirnya kami pun sampai di Stasiun Malang kota Baru sekitar jam 8.00 WIB pada 27 April 2019, sangat ngaret dari yang dijadwalkan seharusnya tiba jam 07.05 WIB.

Sebelumnya, Lazu telah memesan rental motor akhirnya kami pun mencari sarapan tak jauh dari stasiun sambil janjian bertemu dengan orang rentalnya. Nah, motor ini yang akan menjadi transportasi anadalan kami selama di Malang. Terlebih kami memang hanya akan berpetualang di sekitaran kotanya saja, termasuk di dalamnya ke Kota Batu.

Kami pun langsung menuju ke home stay yang telah kami pesan. Namanya Kedawung Backpacker. Ini Aku dan Lazu pilih karena sistemnya itu akan share dengan tamu lain. Dan nilai plusnya adalah antara cowok dan cewek itu dipisah. Dan bisa share dengan tamu lain. Selain mengincar harganya yang murah tentu saja. Hehehe. Ini juga sebetulnya syarat kutawarkan pada orangtua ketika mengizinkan aku dan Lazu hanya pergi berdua yaitu nginep di tempat yang aku tidak sendirian saja di kamar dengan sistem dipisah antara perempuan dan lak-laki. Berkaca pada pengalaman ke Belitung tempo hari yang kami menyewa semacam hostel kayak kos-kosan gitu (jadi ada berbagai kamar berbeda dengan pilihan ada kamar mandi di dalam atau tanpa kamar mandi. Dan pilihan ada AC atau kipas angin) di mana pergi berempat, namun hanya aku sendiri saja ceweknya pisah kamar dan aku sendirian. Mamaku khawatir sekali meski aku bilang aku tidak masalah sendirian karena letak kamarku dan mereka pun sebelahan. Namun ya namanya orangtua ya pasti akan tetap khawatir karena takutnya (amit-amit) kalau aku ada apa-apa, atau kenapa-kenapa di kamar tidak ada yang tahu.

Sedikit kesanku pada Kedawung Backpacker

Ini review pribadi ya, sama sekali tidak berbayar. Aku meberikan review ini karena lumayan puas setelah menginap di sini. Kedawung ternyata ini adalah penginapan berbasis syariah benar-benar ada peraturan yang sangat tidak memperbolehkan perempuan dan laki-laki berduaan di kamar dan akan ada sanksinya gitu. Memang awalnya aku dan Lazu sempat khawatir, bukan masalah tidak boleh berduaan di kamarnya itu namun dengan embel-embel syariahnya itu. Khawatirnya mereka tidak menerima tamu cewek dan cowok yang belum menikah, meski pun praktiknya ya akan pisah kamar juga sudah pasti. Masalahnya ya sudah sampai di Malang, terus kalau belum dapat penginapan ya mau ke mana? Masa tidur di emperan toko? :(

Namun syukurlah ketika kami menghubungi mas yang jaganya ketika sampai di Stasiun Malang, Lazu pun bertanya sekaligus menjelaskan keadaan kami, dan mas yang jaganya memperbolehkan dan baik sekali. Jadi di Kedawung ini menyediakan tempat tidur yang semacam di asrama gitu dua susun, ada bawah dan atas. Kamar sebetulnya hanya ada 2, dan 1 lagi di ruangan terbuka yang langsung terhubung dengan ruangan tengah dan tangga menuju ke bawah. Jadi posisi penginapannya di lantai atas. Kamar mandi ada 3; satu di dalam kamar perempuan (minusnya tanpa closet), satu di luar tak jauh dari 1 ruangan terbuka dan dekat dekat ruang tengah, dan satu lagi di bawah. Lumayan bersih, kasurnya juga enak, dapat selimut juga. So far so good sih menurutku, apalagi untuk biaya menginapnya yang murah perharinya. Hanya sekitar 100rb untuk dua orang. Lokasi penginapannya pun di pinggir jalan, namun agak susah ditemukan karena tidak ada plang nama. Aku dan Lazu sempat kebingungan dan akhirnya menemukan juga setelah ngeuh patokannya.

***
 Sesampainya di penginapan, Aku dan Lazu pun langsung menemui mas penjaganya. Sebetulnya yang agak bikin kaget di sini adalah ketika mau naik ke atas, kutanya dong ya, “mas ini sepatu taro sini aja?” dan masnya jawab, “iya taro situ aja.” , lalu aku kembali bertanya, “Aman nih  mas taro sini aja?”, “iya aman kok”. Yasudah ketika masnya bilang kayak begitu Aku sih  berusaha percaya aja, meski agak skeptis hahahaha. Tapi ya yaudah aku tetep taruh di situ aja, tapi dengan kubereskan sepatu dan Lazu di pinggirin gitu deh. Jadi enggak nyampur sama alas kaki tamu lain.

Aku dan Lazu pun menaiki tangga… Ternyata sudah ada tamu lain. Mas penjaganya pun mengarahkanku untuk ke kamar khusus perempuan. Dan di sana ada dua orang mbak gitu. Awalnya aku tak begitu beramah tamah karena mereka pun lagi tidur. Akhirnya aku memilih kasur pertama yang terletak tak jauh dari pintu karena dua kasurnya telah ditempati. Setelah meletakkan barang, aku pun berbaring sejenak. Meluruskan seluruh badan yang terasa kaku sekali setelah menempuh perjalanan panjang. Karena terpisah kamar, Aku pun sempat berkirim WA dengan Lazu karena sempat merasa bingung. Kami sampai di hostelnya sekitar jam 09.00 WIB, namun check in jam 13.00 WIB katanya, tapi saat itu Aku sudah tiduran aja di kasur.

Isirahat sejenak pun usai karena Aku harus segera bersiap-siap. Mandi dan langsung meluncur untuk jalan-jalan di sekitaran kota Malang. Tujuan pertama kami yaitu Inggil Resto, sekalian makan Siang setelah itu kami berencana ke Batu untuk ke Museum Angkut.

Hal membingungkan kedua adalah ketika penginapannya dengan tipe dorm gitu, privasi dan keamanan barangnya agak bikin skeptis. Aku pun sempat merasa cemas terhadap barang-barang yang kutinggalkan di kamar. Ya meski memang tidak ada barang berharganya juga sih hanya sebuah tas semi-carrier, dan dua buah tas jinjing yang isinya baju, peralatan mandi, perlatan make up dan makanan. Yaudah aku pasrah aja hahaha.
Nah setelah mandi, aku sempat bercakap-cakap ringan dengan teman sekamarku yang aku kira dia rombongan luar, taunya malah dia sendiri. Dan ke Malang pun aku kira mau wisata sama kayak Aku tahunya dia itu menghadiri acara wisuda temannya. Acara ngobrol pun tak berlangsung lama karena dia pun pamit ingin pergi. Dan tak lama Aku pun dan Lazu juga pergi dan memulai petualangan kami di Malang.

Tujuan pertama Inggil Resto dan lagi-lagi kami sempat muter-muter karena bingung sama jalannya. Akhirnya sampai juga. Di sini kami memesan makanan lumayan banyak, dan agak salah karena ternyata kekenyangan banget. Duh, lapar mata :(




Bisa lihat dari fotonya kan?  Makan cuma berdua,  tapi porsi (selalu)  kayak makan sekeluarga.  Hahaha. 

Setelah makan, ngobrol-ngobrol, foto-foto (wajib! :p), kami pun langsung ke Kota Batu menuju Museum Angkut. Ternyata perjalanan ke Batu sangat sangat melelahkan. Kenapa? Karena MACET PARAH BANGET DAN PANJANG! YAALLAH GAK DI MANA-MANA KETEMUNYA TEH RAME SAMA MACET :(

Dan ternyata si mas yang ngerentalin motor sempet bilang sih ke Lazu kalau mau ke daerah Batu mending pagi karena kalau Siang macet. Ya bener aja dong. Hmmmm -_- ya abis gimana lagi ya memang rencananya demikian hahahaha.

Memang ya Aku dan Lazu tuh cocoknya main ke alam aja gitu, kurang cocok main ke tempat-tempat yang isinya buat foto-foto aja karena cepat bosannya, dan kami sama-sama tidak ekspresif. Jujur saja, ke Museum Angkut ya udah jauh-jauh malah jadi tidak menikmati karena kami malah ribut hahaha. Terus masalahnya mending hal besar ya, ini malah karena foto hahaha.

Jadi aku yang anaknya tidak ekspresif, namun ingin sekali foto teh diarahin gayanya dan dicarikan angle yang bagus. Namun hasil Lazu tidak bisa memenuhi itu. Lazu kesal karena Aku selalu komen doang dan ngeyaudahlahin mulu karena Aku pun sebenernya frustasi banget sih. Aku pun bingung karena ya emang aku mah anaknya perfeksionis. Apalagi untuk hal foto. Dan masalah ini sering banget terjadi ketika kami pergi hahaha.  Aku pun bingung sih mengatasi ini gimana. Hahaha. Ya gimana enggak sedih coba ketika istilahnya lu motoin orang bagus, tapi giliran difotoin teh seringnya gak bagus :(

Permasalahan itu masih menjadi salah satu topik yang masih Aku dan Lazu cari solusinya sih gimana hingga kini. Namun kepikiran satu hal sih yaitu untuk menggunakan bantuan tripod. Hanya belum dipraktikan saja. Nanti deh kapan-kapan Aku coba, semoga saja menjadi solusi terbaik dalam meminimalisir drama perfotoan antara pasangan hahaha. 

***

Perjalanan ke Batu sebenernya agak bikin kapok karena ya memang secape itu karena macet mana panas sekali kan. Mana kami sebetulnya masih lelah akibat perjalanan berjam-jam di kereta. Museum Angkut juga sedang ramai, dan buatku pribadi agak kurang sesuai ekspektasi dibanding dengan yang sering kulihat di instagram ya :(




Ini waktu nyasar ke eropa *halu* 😂




Akhirnya sore pun tiba dan kami keluar Museum Angkut dan ternyata hujan menyapa. Awalnya kami ingin ke BNS (Batu Night Spectacular) namun tidak jadi karena hujan dan pertimbangan bahwa wisatanya pun tak jauh-jauh dari untuk foto-foto saja dan sejujurnya Aku kurang suka pergi ke taman-taman hiburan gitu. Selain itu, badan kami pun sudah terasa lelah sekali. Lumayan lama kami berteduh di depan pintu masuk Museum Angkut dan akhirnya kami pun memutuskan menerobos gerimis.

Di perjalanan, gerimis pun sempat berhenti sehingga kami memutuskan pergi ke Alun-alun Kota Batu. Namun tak berlangsung lama. Hujan pun kembali menyapa. Jujur saat itu Aku dan Lazu kecewa sekali. Kami melakukan perjalanan jauh ini pun bukan untuk semua itu. Memang sih niat awalnya lebih pada sayang tiket yang sudah dipesan akibat tidak jadi ke Ranukumbolo, dan kami tetap berusaha positif dengan ingin wisata di seputaran Malang. Nyatanya? Kekecewaan yang didapat. Dan kami berdua sepakat kalau wisata sekitaran Kota Malang-Batu itu hanya cocok untuk wisata keluarga. Dan akhirnya kami pun berniat untuk kembali ketika sudah berkeluarga kelak. Istilahnya sih wisata untuk menyenangkan anak-anak kelak.

Jam 20.00 WIB pun kami sudah tiba kembali di penginapan. Di ruangan luar sih sudah ada orang-orang baru lagi yang menginap. Sementara di dalam kamar yang kutempati agak gelap dan si Mbak yang tadi pagi mengobrol denganku pun belum pulang. Jujur saja, sendirian di dalam ruangan asing agak membuatku takut. Gelap dan sepi, sehingga suasanannya terkesan agak creepy. Aku pribadi pun memang anaknya agak sensitif, makanya sendirian di kamar pun aku merasanya kayak tidak sendirian dan ada rasa seperti ada yang mengawasi. Akhirnya aku pun chattingan sama Lazu hingga Aku pun merasa mengantuk. Setelah itu aku menutupi seluruh badanku termasuk wajahku pakai selimut dan memutar murrotal al qur’an di ponsel, dan akhirnya pun Aku tertidur.

Keesokan paginya aku terbangun karena kaget ternyata Lazu datang dan membangunkanku. Kutanya jam berapa pada Lazu, ternyata sudah jam 06.30 WIB. Dan kutanya, "Si Mbaknya ke mana? Kok gak ada?". Lazu pun menjawab, "udah pergi dari tadi. Makanya aku bisa masuk sebentar ke sini buat bangunin kamu." 

Aku agak menyesal karena tidak bertemu dengan si Mbak yang kemarin. Dia pulang telat sementara aku sudah tidur setelah merasa takut sendirian, dan ternyata dia telah pulang lebih awal bahkan sebelum aku bangun. Namun satu hal yang aku syukuri adalah aku tidur dengan pulas, aman, dan terkendali. Tidak ada hal-hal atau kejadian yang mengganggu.

Akhirnya Aku pun bersiap mandi, dan mempersiapkan diri karena rencananya Aku dan Lazu akan pergi wisata kuliner saja sekaligus check out dari penginapan. Tujuan kami itu ke Toko Oen, Alun-alun Kota Malang, mencari bakso kotak sampai ke dua tempat berbeda, dan mengakhiri perjalanan di Stasiun Malang untuk pulang kembali ke Jakarta.




Di Toko Oen sendiri Aku dan Lazu itu niat awalnya sarapan, tapi ternyata makanannya berat-berat dan banyak untuk satu porsi. Alhasi kami sempat merasa kekenyangan. Aku pribadi sih lumayan suka ya makan di sini. Baik di Resto Inggil maupun di Toko Oen sama-sama konsepnya tempo doelo. Sementara Inggil Resto konsepnya tradisional karena “jawa banget”, nah Toko Oen konsepnya lebih ke suatu masa di Belanda pada masa dulu. Dan aku suka kedua tempat itu. Di Inggil resto lebih ke cita rasa lokal dengan dominan rasa manis khas jawa, sementara Toko Oen lebih cita rasa klasik. Favoritku tentu saja es krimnya! Enak!

Setelah perut (ke)kenyang(an), Aku dan Lazu pun mampir ke Alun-alun Kota Malang untuk duduk-duduk lucu. Alun-alun Malang ini tuh taman gitu, tapi lumayan seru karena luas. Ada area rumputnya dan ada area yang untuk duduk-duduknya, dan menariknya di sini burung merpatinya banyak sekali dan bebas berkeliaran. Orang-orang yang datang ke sini didominasi sama keluarga yang membawa anak mereka. Soalnya di sini anak-anak dengan bebas dan riang gembira berlarian mengejar burung berusaha menangkap gitu. Lucu sekali. Dan lagi-lagi untuk wisata keluarga cocoknya. Hehehe. Aku dan Lazu pun makin yakin kalau wisata Kota Malang memang cocoknya untuk wisata keluarga.

Waktu pun semakin Siang dan mendekati waktu dzuhur, akhirnya Aku dan Lazu ke masjid yang berada tak jauh dari Alun-alun. Dan asli dari luar masjidnya kelihatan bagus sekali dan ternyata besar dan luas. Setelah itu, kami pun kemali menjelajah untuk makan Siang dengan Bakso di Bakso Legend mengincar bakso kotak, namun sayang sekali ketika kami sampai taunya banyak menu yang sudah tidak ada salah satunya bakso kotak. Kami agak terhiburnya karena rasa baksonya lumayan. Dan hujan pun kembali menyapa. Lumayan lama kami duduk, mengobrol, dan menonton televisi yang ternyata sedang menayangkan acara live pernikahannya Amar Zoni dan Irish Bella. Sungguh random sekali sih hahaha cuma tetep saja pada khusyu nontonnya. Pukul 15.00 WIB kami pun pergi siap-siap menuju ke Stasiun Malang dan di jalan akhirnya kembali mampir ke warung Bakso lagi hahahaha dan ternyata ketemu juga bakso kotaknya. Padahal tadinya di warung bakso itu kami lebih penasaran ke Bakso gorengnya sih.

Hari makin sore, kami pun menuju ke Stasiun untuk mengembalikan motor karena kami janjian di dekat Stasiun.  Sampai di sekitar Stasiun pukul 17.30 WIB, dan kami pun menunggu si masnya datang karena janjian jam 18.00 WIB.  Mampir sebentar di toko oleh-oleh dan membeli sedikit hadiah untuk keluarga.

Dan jam 19.00 WIB kami sudah masuk ke dalam stasiun Malang dan menunggu kereta tiba. Kali ini kami naik Malioboro Express 95 menuju Yogyakarta. Iya, jadi kami akan transit dulu di Yogyakarta dan tidak langsung ke Jakarta. Lumayan tepat waktu sih perjalanan dari Malang ke Yogyakarta.  Kami dapat nomor kursi di 13 C dan D ternyata di depan. Hanya saja aku merasa keretanya kurang nyaman dan posisi duduknya pun sangat tidak nyaman. Ternyata kami dapat duduk di depan sekali. Namun berbeda dari pas keberangkatan dengan KA Argo Parahyangan, posisi duduk di depan tuh ternyata sempit sekali. Kakiku benar-benar terasa tersiksa karena tidak bisa selonjoran dengan leluasa. Alhasil harus ditekuk terus, atau aku jadi agak kurang sopan karena harus menaikan posisi kaki ke atas hampir ke dekat jendela karena aku harus memiringkan posisi badan. Belum lagi kursi belakang yang tidak bisa diam dan menendang-nendang kursiku terus. Hiks. Cobaan menjelang pulang. :’)

Sekitar 04.00 WIB kereta tiba di Stasiun Yogyakarta, Aku dan Lazu pun bersih-bersih dan solat subuh. Selesai itu, aku mengusulkan untuk “yuk mampir bentar ke Malioboro. Mumpung jadwal keretanya masih lumayan lama.”, bukan tanpa alasan pula aku melakukan hal ini. Sejujurnya Aku pun rindu sekali Yogyakarta karena pertama dan terakhir ke Jogja itu 2013. Ya hitung-hitung nostalgia. Meski sebentar untuk mengobati rindu akan Yogyakarta.


Akhirnya dengan membawa tas yang digendong di pundak, tas jinjing, dan plastik oleh-oleh kami pun berjalan ke daerah Malioboro. Untung saja tidak jauh dari Stasiun. Kami sempat duduk sebentar di kursi yang ada di situ dan menikmati suasana pagi hari yang masih sepi sekali. Berfoto-foto sebentar kemudian mencari sarapan. 





Tadinya Aku menyarankan untuk sarapan di tempat yang sama waktu sarapan di Malioboro pada 2013 silam, mau nostalgia gitu ceritanya mah. Tidak jadi sodara-sodara... Pertimbangannya antara jaraknya yang terlalu jauh dan agak-agak lupa juga sih di mana. Di tengah pencarian,  ketika melewati penjual makanan yang ada, aku pun bilang ke Lazu, “makan di sini aja deh ya?  Waktu kita gak banyak soalnya juga biar gak terlalu jauh dari stasiun.”

Lazu pun sepakat. Dan akhirnya kami sarapan di sana. Andalanku tetap pecel sayur dong~



Dan setelah itu aku pun bilang untuk langsung ke Stasiun saja karena waktunya mepet dengan jadwal keberangkatan kereta. Enggak lucu dong ya kalau sampai ketinggalan kereta? Sedangkan jatah cuti hanya sampai 29 April saja. Akhirnya dengan perut kekenyangan kami pun jalan cepat sekali menuju stasiun. Agak terasa menyiksa juga ya karena istilahnya tuh makanan belum turun, tapi udah dibawa olahraga, tapi ya gimana…. :’)
Sebenarnya sangat tidak puas kalau mampir sebentar di Yogyakarta karena kumasih rindu, namun aku tetap bersyukur. Setidaknya bisa kembali ke Yogyakarta lagi setelah sekian lama waktu berlalu.

Kami pun menaiki kereta Fajar Utama menuju ke Jakarta. Dan kali ini bukan lagi eksekutif, tetapi ekonomi AC. Posisi kursi kami di belakang, namun ternyata kursinya kurang nyaman karena si kursinya ini tuh lepas-lepasan gitu dari besinya sehingga posisinya selalu tergeser.  Alhamdulillahnya kami hanya beberapa jam saja dan sudah pagi sehingga bukan kereta untuk tidur kalau tidak sangat zonk sih rasanya.

Setelah perjalanan panjang akhirnya kami tiba di Stasiun Jatinegara dan memutuskan untuk turun (jadi tidak sampai ke Stasiun Pasar Senen). Dan selanjutnya pindah ke KRL menuju ke Bogor.

Sampai Bogor disambut hujan dan sampai rumah ditutup dengan perasaan kesal dan sedih karena baru menyadari kalau brownies apel yang kujaga, kubawa, dan kusayang-sayang dari Malang karena belinya bela-belain banget dengan uang tersisa padahal tanggung bulang dan belum gajian. Eh… taunya hilang, dan kuyakin sekali diambil orang karena kalaupun jatuh masa hanya kue itu aja yang gak ada? Terus juga ketika Adekku balik lagi ke Stasiun buat berusaha mencari tetep gak ketemu. Jahat ya, kue aja sampai dimalingin loh. :’)

***

Jujur saja perjalanan 4 hari 3 malam yang kurasakan itu benar-benar campur aduk sekali. Ya zonk, banyak kecewa dan sebelnya, tapi bahagia juga dan ada serunya.  Nah mungkin sekelumit kisah perjalanan ini bisa bermanfaat. Buang yang buruknya dan ambil yang baiknya. Dan mungkin bisa jadi inspirasi untuk teman-teman dengan status pegawai dan agak susah untuk cuti, ya coba aja untuk mencari perjalanan yang memungkinkan untuk transit dengan jarak tiba dan keberangkatan selanjutnya yang lumayan lama. Aku pun sebenarnya agak sedikit menyesali karena jarak tiba dan keberangkatan kereta yang kunaiki tidak terlalu lama sehingga kurang puas untuk eksplorasinya ketika transit di Bandung dan Yogyakarta. Namun aku juga tidak menyesal karena perjalanan ini pun dipersiapkan sedemikian rupa yang sudah mempertimbangkan waktu cuti juga yang memang terbatas. Hehehe. Hikmah lainnya adalah harus selalu menyiapkan rencana cadangan ketika rencana utama tak berjalan dengan yang diharapkan.
 Rencana tetap pergi ke Malang dengan niat “dari pada sayang tiketnya kalau hangus dan sayang udah kepalang ngajuin cuti” dan tanpa merencanakan mau ke mana saja selama di Malang ini sangat jadi boomerang yang berakhir dengan perasaan tidak puas dan kecewa. Jadi harusnya lebih dipersiapkan lagi. Meskipun berbagai perasaan yang kurasakan, Aku tidak menyesal ke Malang. Aku suka memang melakukan perjalanan dengan kereta api. Aku suka suasanannya, aku suka pemandangannya. Malahan ingin kembali lagi untuk terus naik kereta. Aku juga akan kembali ke Malang.  Namun sudah kuniatkan jika kembali lagi wisata ke kotanya insyaallah dengan mengajak anak kami nanti. 

Ini salah satu alasan kusuka naik kereta api karena bisa liat pemancangan seindah ini. Masyaallah :')






Mita Oktavia
Mita Oktavia Lifestyle Blogger yang suka menulis, melukis, bermain game, dan bertualang | Penawaran kerja sama, silakan hubungi ke hello.mitaoktaviacom@gmail.com

1 komentar untuk "Menjejaki 3 Kota dalam 4 Hari"

  1. Tetap seru cerita perjalanannya. termasuk ada pengalaman pelajaran, Mbak. Salah satunya, kalau mau jalan, sudah direncanakan mau ke mana saja. Kalau saya pernah seminggu trip ke 4 kota. Yogya, Solo, Surabaya, dan Makassar. Seru...

    BalasHapus