“Ada planning untuk tahun baru, guys?” teriak Jesica memecah keheningan Warung Mbok Jum. Beberapa pasang mata yang saat itu sedang asik dengan piring mereka masing-masing mulai beralih memandang cepat kearah Jesica.
“Enggak ada nih, jes.” Sahut Ario cepat
“Bikin acara, yuk!” Ajak Jesica bersemangat
Jesica memang dikenal sebagai si wanita modis -pelopor-pergerakan-emansipasi-bagi-para
karyawan di kantor ini-. Jujur saja, Neta paling malas untuk berpergian kemanapun saat tahun
baru. Ya, terserahlah jika semua orang berpendapat Neta adalah wanita super
aneh, super absurd. "Terserah lah orang mau berkomentar apa tentang Gue, yang
jelas I don’t care"-- itu kalimat andalan yang selalu Neta lontarkan. Bukannya
anti-sosial, Neta hanya malas. Untuk apa coba merayakan tahun baru dengan
hura-hura? Mendingan tidur selimutan di kasur sambil males-malesan nonton tv,
atau baca komik yang bisa bikin ketawa, dan senang. Daripada menerjang
kemacetan dimana-mana. Lagipula, makna tahun baru kan hanya sekedar tahun yang
berganti saja, kan? Jumlah hari, bulan, dan tanggalnya juga sama aja, kok. Yang terpenting adalah makna dan tujuan kedepannya, Bukan bagaimana meriahnya perayaannya. Bukannya apatis, Neta hanya menemukan kenyamanan yang menurutnya "Anti-Mainstream", itu saja.
“Oh ya, Net, lo gimana? Mau ikut kan? Jangan
bilang enggak ikut. Awas aja!” Jesica mengancam.
Duh,
mampus gue! Si jesica tau aja lagi pikiran gue—Neta membatin
“Emmm, gimana ya jes, tapi gue emang enggak bisa.”
Neta memutar pandangannya ke arah Pras. Ia takut menatap mata jesica yang tajam
seperti pisau.
“Apa? Acara keluarga? Bokis banget lo! Paling juga
kegiatan lo cuma selimutan unyu-unyu di kasur. Ayo lah, sekali-kali lo harus
ikut kita. Janji deh, bukan clubbing
atau yang aneh-aneh. Acaranya Cuma sekedar kumpul-kumpul biasa kok.” Jesica
meyakinkan. Seantero kantor ini tahu bahwa selain terkenal modis dan pelopor
pergerakan emansipasi bagi karyawan. Jesica juga sebagai “Miss Optimis”. Calon
korban yang diyakinkan oleh Jesica pasti selalu berhasil. Entahlah, dia belajar
jurus ‘rahasia’ itu darimana. Masih jadi pertanyaan.
“Tau lo, net. Setiap diajak kemana juga enggak
pernah mau. Jangankan untuk yang ngeluarin uang, yang untuk gratis aja lo gak
mau. Payah.” Ario menimpali
Dasar
kompor meledug!—Rutuk
Neta dalam hati. Ario memang terkenal dengan sifatnya yang tukang
ngompor-ngomporin. Enggak heran, kalau di Kantor ini ada yang lagi perang
dingin, eh malah makin memanas. Ya, naik tingkat jadi perang panas!
“Alah, lo kompor amat sih, yo. Udahlah kalo emang
Neta engak mau ya jangan dipaksa.” ucap Pras berusaha menengahi perdebatan
sengit itu.
Siapa sih yang enggak kenal Pras? Cowok berkulit
hitam manis yang nyaris perfect ini.
Jadi bahan modus-an cewe-cewe divisi sebelah. Pras memang punya sisi
kharismatik, Neta akui itu. Dan ya, selain itu Pras memang terkenal sebagai si "Tuan yang bijaksana", karena sifatnya yang adil itu. selalu dapat memecahkan masalah serumit
apapun yang terjadi.
Sebelumnya, kenalin gue Raden Anindya Renata, di
akta kelahiran sih tertulis begitu tapi entah dari mana asalnya orang-orang
lebih seneng manggil gue Neta. Iya, nama depan gue emang Raden bukan gue yang
mau tapi itulah memang nama gue, sebenernya keturunan dari nyokap gue yang
emang katanya sih berdarah biru. Oh iya, gue sekarang kerja di salah satu
perusahaan pembuatan kertas di kawasan industri Tangerang, divisi humas sih
lebih tepatnya. Gue di sini nge-kost, rumah orang tua gue di Bogor.
“Oke, gue ada ide.” Jesica kembali bersuara
memecah keheningan yang ada. Semua pandangan langsung menuju ke arah Jesica.
Jesica melanjutkan, “Gimana kalo kita tahun baru di Bogor, di rumah orang
tuanya Neta. Yang setuju angkat tangan.”
APA-APAAN INI SI JESICA, BELUM MINTA PERSETUJUAN
YANG PUNYANYA UDAH MAIN MINTA PERSETUJUAN YANG LAIN AJA! Rutuk Neta kesal.
“Boleh juga jes ide lo, gue setuju!” Ario
menimpali
“EH! APA-APAN, belum juga gue bilang setuju udah
main pada setuju-setuju aja. Dadakan banget sih, gue kan belum bilang ortu gue.”
“Yaelah, Net. Tahun barunya kan masih 4 hari
lagi.” Jesica kembali berargumen
Cih,
menyebalkan ini manusia-manusia kompor, ember!—rutuk Neta menjadi-jadi. Hatinya panas, seperti
terbakar. Neta paling benci hal-hal seperti ini. Terjebak dalam situasi yang
memberatkan. Tidak menyenangkan juga tidak menguntungkan untuknya.
“Iya tuh, Neta kan belum bilang ke ortunya. Lagian
kalian udah kelewatan, menyudutkan Neta banget ini sih namanya.” Pras kembali
bersuara.
Emang Pras yang paling mengerti gue—batin Neta
Emang Pras yang paling mengerti gue—batin Neta
“Udahlah, Pras. Lu jadi seksi setuju aja. Dan
untuk lo, Neta. Lo tinggal pilih mau teraktir kita di Restoran mahal atau—rumah
lo di Bogor kita ‘pinjem’ sehari aja untuk tahun baru. “ Jesica memberi
penekanan pada kata ‘pinjem’ yang sebenerenya gue tahu niat dia adalah mau
memporak-porandakan rumah gue. Oh, God!
Sial! Kenapa harus teraktir di Restoran mahal sih,
gue aja makan selalu di irit-irit. Sebagai anak yang baik dan perantau yang
berusaha mandiri. Bisa survive walau
jauh dari orang tua, hati gue mulai bergetar. Keputusan yang sulit. Tapi, gue
harus tetap mengedepankan citra diri gue sebagai anak perantauan yang mandiri.
Sekali lagi, mandiri ya bukan pelit. (walau dua-duanya, beda tipis, sih, hehe)--batin Neta kemudian
“Ya gue harus bilang dulu lah ke ortu gue. Masa
iya tiba-tiba, anaknya yang udah enggak balik 2 kali lebaran, dua kali
puasa.Eh, dateng-dateng langsung berantakin rumah mereka. Bisa di pecat jadi
anak mereka nanti gue!”
“Bang toyib kali. Lagian lebay amat sih lo, Net.
Tangerang—Bogor udah kayak Tangerang—London aja.” Jesica menimpali dengan
senyum kemenangan yang ia pamerkan.
Jes,
lo tuh cantik, serius deh tapi lo bagai siluman ular berkepala banyak—Rutuk Neta.
“Iya, nanti gue kabarin lagi ya. Tapi kalo orang
tua gue enggak ngizinin, ya... mau gimana lagi kan?” Neta terkekeh.
“Oke deh, cantik. Kita tunggu ya konfirmasinya.
Gue duluan ya, yo lo mau ikut gue enggak?” sahut jesica cepat
“Ayo deh Jes gue ikut. Entar lama-lama disini gue
jadi ikutan aneh kayak si Neta. Pras lo gamau ikut?” Ajak Ario kemudian
“Enggak, duluan aja.” Sahut Pras cepat
Akhirnya setelah membayar dua porsi nasi lengkap
dengan lauknya, Jesica dan Ario kembali ke ruangan mereka. Meninggalkan Neta
dan Pras hanya berdua saja.
“Lo yakin Net?” Tanya Pras menjurus ke rasa
ketidak-percayaan. Karena Pras tahu Neta bukan orang yang mudah diyakinkan.
“Udah, lo tenang aja, Pras. Everything’s gonna be okay.” Sahut Neta
“Okay kalo itu udah jadi keputusan lo, tapi gue
enggak tanggung jawab ya kalo ada apa-apa.” Pras tertawa.
Neta ikutan tertawa. Mereka berdua larut dalam
tawa.
***