Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kilas Balik Tahun 2025 : Tahun Hebat untuk Belajar Lebih Ikhlas dalam Melepaskan

Kilas balik tahun 2025, recap 2025 tahun ular yang mengajarkan melepaskan


Sama seperti di kilas balik tahun 2024 yang lalu, aku juga bingung menuliskan kilas balik di tahun 2025 ini seperti apa. Sebab, tahun ini rasanya terlalu dar der dor rasanya. Banyak yang terjadi–secara tiba-tiba tanpa bisa dicerna dengan cepat. Butuh waktu bagiku untuk mengerti dan memahami tentang setiap hal yang terjadi di dalam kehidupanku. Tentang setiap pertemuan demi pertemuan dan perihal juga melepaskan dan mengikhlaskan. 


Tahun ini rasanya aku perlu melambat untuk lebih berkesadaran, beberapa kali aku ketarik ke dalam lingkaran mode bertahan lagi. Lengkap dengan hidup autopilot tanpa adanya kesadaran di sana.  Entah apa alasannya juga, aku juga merasakan pula kalau hari-hari rasanya berjalan lebih lambat daripada biasanya. Apalagi aku merasa ada di situasi yang membuatku stuck, overwhelmed sampai burn out khususnya di bagian pekerjaan.


Setelah mengalami kejadian ter-gong di 2020 yang pernah kutuliskan pula di dalam kilas balik tahun 2020 lalu, kupikir aku sudah lebih ajeg dalam berdiri dan melangkah. Kupikir aku akan sudah siap menghadapi berbagai hal apapun dalam hidupku dengan minim drama dan serba woles. Nyatanya? Tidak semudah itu, Marimar! 


Entah bagaimana aku harus menjelaskannya, tahun 2025 ini ternyata tidak lebih berat dari tahun 2020. Aku mengalami kembali pola-pola berulang dan aku harus memilih dan mengambil langkah yang berbeda daripada sebelumnya. Sebab aku tidak ingin mengulangi kesalahan dan kebodohan yang sama seperti sebelumnya. Menjadi pembelajar, artinya aku pasti bisa mengambil pilihan berbeda daripada sebelumnya; yang lebih baik dan bijak juga. 


Ternyata ini juga jadi jawaban saat aku sering melihat informasi dari berbagai platform  yang bilang kunci tahun 2025 adalah tentang “melepaskan pola-pola usang dan menuntaskan karma” untuk bisa menyambut kebaikan demi kebaikan dalam hidup yang datang. Ini pun sejalan dengan tahun 2025 yang memiliki simbol ular yang mana dia akan rutin bertransformasi dengan melepaskan ‘kulit’ lamanya untuk terus tumbuh dan hidup. Aku sempat juga mencari informasi kalau kulit ular tidak ikut tumbuh bersama tubuhnya. Itu artinya, setiap dia bertumbuh dia harus rela melepaskan kulitnya agar bisa tumbuh lebih besar. Selain itu, dia juga perlu menghilangkan parasit dan tungau yang menempel di tubuhnya, menyembuhkan luka yang mungkin ada juga di tubuhnya serta memperbarui sel kulit tuanya yang sudah usang.


Membaca tentang filosofi itu dan yang aku alami ternyata selaras, suka atau tidak suka energi yang ada di tahun ini pun rasanya seperti itu. Kita “dipaksa” untuk upgrade diri dengan harus melepaskan sebenar-benarnya apa pun yang masih mempengaruhi langkah untuk tumbuh. Perihal pola-pola lama yang usang, luka dan trauma, parasit, hal-hal yang sudah tidak selaras dan sejalan, serta hal-hal yang membuat kita merasa takut untuk tumbuh, berkembang dan menjemput kesejatian diri.


Seperti di tahub sebelumnya, ternyata garis besar pelajaran di hidupku pada tahun 2025 ini adalah aku masih harus belajar untuk lebih berani berkali lipat untuk “memilih” dan melepaskan. Tahun ini juga aku dipaksa untuk lebih melihat ke diriku sendiri dan menemukan keautentikan diri yang menjangkar kuat pada keikhlasan demi keikhlasan kurikulum jiwa yang harus aku tamatkan. 


Pada 6 bulan pertama, aku hadapi dengan baik, meskipun tetap tertatih menuai banyak hal yang terjadi dan aku alami di dalam hidupku. Berbagai drama kehidupan dan pekerjaan pun ada saja terjadi. Namun, di tahun 2025 ini aku diarahkan jalannya sama Allah untuk mencoret salah satu wishlist destinasi yang sudah lama ingin aku kunjungi dan pengalaman di sana yang ingin sekali aku alami. Yup, di Januari dibuka dengan aku yang mengalami langsung tentang keselarasan hidup dan alam serta lebih berkesadaran di Baduy. Wah, pengalaman luar biasa yang aku syukuri dengan sepenuh hatiku. Selain itu, aku mengalami pertemuan seru dengan teman-teman baru yang sampai saat ini alhamdulillah masih rutin silahturahmi. 


Selain itu, aku juga harus melepaskan orang yang sudah tidak selaras denganku, yang tadinya kupikir masih bisa berteman baik. Aku dan teman-teman lamaku juga sedang mengalami transisi juga dengan aku atau pun mereka menghadapi perjuangan hidupnya masing-masing yang membuat kami pun berjalan di jalan yang berbeda. Untuk yang satu ini, meskipun hubungannya tetap baik.


Di pertengahan tahun, aku juga berkesempatan merasakan slow living dengan penuh kesadaran dan kebahagiaan hidup sederhana di Jonggol. Rasanya menyenangkan mengalami pengalaman baru. Aku juga kembali menulis fiksi lagi dan berhasil berkarya lagi dalam antologi “Dongeng Perayaan” dan memberanikan diri menulis cerpen untuk lomba yang alhamdulillah ternyata menjadi juara dalam kategori prosa. Kebahagian demi kebahagiaan, kebaikan demi kebaikan bersama orang-orang yang aku sayang membuatku sempat merasakan…


“Ini kah akhirnya jawaban dari semua doa-doa panjang yang aku ucapkan dengan tulis?”

“Ini kah jawaban atas setiap kepahitan demi kepahitan hidup yang harus aku alami dan lampaui?”

“Ini kah buah atas kesabaranku saat harus mengalami berbagai kejadian tak menyenangkan dalam hidup dan percintaan?”


Ternyata aku salah, sebenar-benarnya pelajaran baru dimulai di akhir Juni. Bapakku tiba-tiba masuk IGD, tiba-tiba operasi jantung, tiba-tiba masuk ICCU, tiba-tiba koma, tiba-tiba menjadi umbi dengan full toping bunga. Kejadian tiba-tiba yang seperti memporak-porandakan kehidupanku yang sudah mulai normal dan bahagia dalam sekejap mata. Tepat di hari kesepuluh Bapakku dirawat di ICCU, Allah lebih sayang bapakku dibandingkan kami semua. Bapakku kritis di depan aku dan mama dan akhirnya meninggal dunia. Perjuangan hebatnya selesai dan aku bangga pada bapakku hingga napas terakhirnya berembus dan detak jantung terakhirnya berdenyut. 


Kejadian itu yang menjadi kurikulum jiwa tentang melepaskan dan mengikhlaskan yang sulit sekali aku terima dan hadapi. Sampai saat ini aku belum bisa menuliskan ceritanya lengkap tentang hari-hari tanpa bapak lagi di sisiku. Hal yang dari dulu aku takutkan, betulan kejadian. Meskipun sudah mendapat “kisi-kisi”-nya, tetap saja aku tidak sanggup menghadapi prosesnya dengan cepat. Kepergiaan bapak ternyata menjadi patah hati terbesarku di tahun 2025 ini. Ternyata kehilangan bapak adalah jauh lebih menyakitkan dibanding kehilangan bapak eyang dan patah hati yang aku alami dalam percintaan.


Aku sadar kalau pelajaran jiwaku adalah tentang melepaskan kemelekatan pada memori, seseorang, benda, tempat, maupun apa pun itu yang memiliki kelekatan secara fisik dan emosional denganku. Namun, ternyata melepaskan kali ini lebih hebat rasanya. Aku harus kembali mengalami proses berduka dan kehilangan yang panjang. Ini nanti akan aku ceritakan di postingan lain yaa, kalau aku sudah siap dan sanggup untuk menuliskannya dengan utuh dan lengkap. 


Satu yang akhirnya aku sadari, aku lega berpisah dengan bapak dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Meskipun singkat, tapi lima tahun terakhir hubungan ayah-anak ini begitu romantis. Setelah kekosongan kehadiran ayah hanya diisi oleh bapak eyang, pada lima tahun terakhir bapakku hadir di sana. Aku melepaskan bapak dengan cinta dan kebesaran hati hingga membuatku merasakan kalau aku bahagia mengenal jiwa yang indah di kehidupanku kali ini seperti bapak. Aku harap, aku dan bapak bisa bertemu lagi di kehidupan selanjutnya dengan versi terbaik kami masing-masing yang sudah melepaskan karma dan mendapatkan berbagai pelajaran di kehidupan kali ini.


Kembali lagi ke kilas balik 2025, kepergiaan bapak membuatku juga menyadari kalau ternyata banyak kepedulian, welas asih yang aku terima dari banyak orang. Kehadiran maupun kalimat-kalimat baik serta doa-doa yang teman-teman dan keluargaku berikan padaku menjadi satu kekuatan bagiku dan mama dalam menghadapi proses bertumbuh ini. Tahun ini kami harus melepaskan kemelekatan kami pada bapak. Sebab inilah jalan dan takdir yang memang harus kami terima dengan penuh keikhlasan hati. 


Meskipun di pertengahan tahun rasanya sulit untuk aku hadapi dengan kondisi berduka yang membuatku seperti lupa caranya kembali berjalan dan melanjutkan hidup. Aku memaksa diri untuk melakukan hal baru yang sebetulnya dari dulu aku ingin lakukan, tetapi sering ketunda-tunda karena satu dan lain hal. Di pertengahan Oktober, aku mencoba memulai jalanku menjadi content creator game. Untuk satu ini aku tidak bisa menceritakan banyak dan detail karena aku pengin akun itu dia sendiri, tidak membawa embel-embel sebagai Mita Oktavia. Aku ingin dia berdiri sendiri dengan personal branding yang aku usahakan. Meskipun dimulai dengan iseng, tapi penuh niat dan keseriusan yang dalam prosesnya ternyata menyenangkan. Dia hadir sebagai penghiburanku juga di tengah proses berduka yang membuatku merasa tidak ingin berdiam saja tanpa melakukan apa-apa.

Di awal Desember juga aku mencoba menanam bibit bunga matahari, untuk yang ini sayangnya aku gagal. Puspa dan Surya (nama anak tumbuhan yang aku sempat rawat meski sebentar) itu hanya bertahan bersamaku selama tiga minggu. Aku sudah berusaha, tetapi mungkin usahaku belum banyak. Aku menikmati kegagalan ini--setelah pernah mengalami kegagalan hebat di percintaan di tahun 2023 lalu. Dua kegiatan baruku ini mengajarkanku kalau hal-hal yang belum pernah aku coba sebelumnya tidak semenakutkan seperti apa yang aku bayangkan. Malahan membuahkan hasil yang lebih daripada yang aku bayangkan. Entah ke depannya seperti apa aku tidak tahu pasti, yang pasti aku menikmati hal itu sebagai usahaku melanjutkan hidup dan menghargai "saat ini". Aku sadar kalau lebih baik aku berani mencoba meskipun gagal daripada aku tidak pernah mencoba sama sekali. Kegagalan membuatku belajar, tetapi ketakutan hanya akan menahan diriku tanpa pernah tahu hasilnya seperti apa.


Aku menutup buku di halaman terakhir tahun 2025 ini dengan mengucap alhamdulillah. Berbagai dar-der-dornya tahun ini aku syukuri sepenuh hati. Aku melepaskan segala hal-hal yang tidak bisa aku kontrol dan di luar kendaliku. Aku melepaskan keinginanku untuk serakah pada hidup. Aku memaafkan diriku, orang-orang yang pernah menyakitiku, dan hal-hal di luar kendaliku dan mungkin pernah aku sesali. Aku memaafkan, aku memaafkan, aku melepaskan, aku mengikhlaskan. Terima kasih atas setiap pelajarannya yang berharga yang datang di dalam hidupku, ya Allah. Tahun 2025 menyadarkanku kalau selama masih hidup, artinya selama itu juga pelajaran demi pelajaran jiwa itu ada.


Aku harap tahun 2026 akan menjadi tahun yang lebih ringan bagiku dalam menjalani hidup. Sampai di bagian terakhir ini jujur aku clueless ingin meminta apa pada Allah. Sebab aku merasakan juga Allah selalu memberikanku banyak hal tanpa aku minta dan menjawab dengan kebaikan atas apa yang aku minta. Jadi, Aku berdoa insyaallah aku, mama, adeku, sayangku dudul, semua keluarga, teman-teman, orang-orang yang baik ke aku dan orang-orang aku sayang selalu sehat, diliputi kebaikan dan keberkahan dalam hidup, diberi penjagaan juga di setiap langkahnya dan setiap hal-hal yang diharapkan dan disemogakan terwujud di waktu yang paling baik. Aku rasa kedepannya, aku belajar tawakal dan percaya pada Allah. Aku berusaha lakukan yang terbaik, sisanya gimana Allah aja yang atur. Aku percaya Allah akan selalu jaga aku dan selalu sayang aku. Jadi, apa pun itu, mari lakukan yang terbaik sebaik-baiknya yang kita bisa lakukan di hari ini. Jangan menunda-nunda apa pun yang ingin dilakukan; perihal perubahan dan cita-cita juga.


Aku berharap semua makhluk berbahagia, bertumbuh, dan merekah dengan cara dan jalan hidupnya masing-masing. Terima kasih atas pelajarannya yang berharga 2025, bismillah 2026 ayo berteman baik sama aku dan kita lakukan hal-hal keren dan menakjubkan bareng ya! 💚🌻🌹🍀




Mita Oktavia
Mita Oktavia Lifestyle Blogger yang suka menulis, melukis, bermain game, dan bertualang | Penawaran kerja sama, silakan hubungi ke hello.mitaoktaviacom@gmail.com

Posting Komentar untuk "Kilas Balik Tahun 2025 : Tahun Hebat untuk Belajar Lebih Ikhlas dalam Melepaskan"